Era Digital, Pajak Harus Melek Teknologi

Era Digital, Pajak Harus Melek Teknologi

FaktaSehari – Ketika transaksi digital mendominasi perekonomian, sistem perpajakan Indonesia tak bisa lagi berpatokan pada cara lama. E-commerce telah menjadi tulang punggung baru ekonomi rakyat, namun banyak pelaku usahanya belum tersentuh kewajiban fiskal. Ini bukan sekadar kelalaian teknis, melainkan persoalan keadilan struktural. Jika tak segera diatasi, akan lahir generasi pelaku usaha yang merasa pajak bukan kewajiban mereka.

Masalah Besar: Jutaan Usaha Digital Tak Terdaftar

Data BPS mencatat ada 60 juta pelaku usaha, dengan 3,82 juta di antaranya aktif berjualan di ranah digital. Ironisnya, hanya 15% yang memiliki laporan keuangan. Ini menjadi masalah serius ketika hampir semua pedagang konvensional sudah masuk dalam sistem perpajakan, sementara pelaku digital justru menikmati “zona aman” fiskal karena sistem yang belum menjangkau mereka secara menyeluruh.

“Baca Juga : Pengumuman MSCI Hari Ini Jadi Perhatian Investor”

Kesenjangan Digital = Ketimpangan Pajak

Ketika pedagang warung wajib membayar PPh Final 0,5%, pedagang digital bebas berjualan hanya dengan modal akun media sosial dan rekening pribadi. Ketimpangan ini bukan hanya merugikan negara dari sisi penerimaan, tapi juga merusak rasa keadilan antar pelaku usaha. Prinsip horizontal equity jadi kabur, karena pelaku dengan kapasitas ekonomi yang sama tidak diperlakukan setara oleh negara.

Solusi Hadir Lewat PMK No. 37 Tahun 2025

Pemerintah akhirnya turun tangan. Lewat PMK No. 37/2025, penyedia marketplace diwajibkan memungut PPh 22 sebesar 0,5% atas omzet pedagang domestik. Kebijakan ini menjadi terobosan penting karena menggandeng platform digital sebagai ujung tombak pelaporan. Dengan metode ini, banyak pelaku yang sebelumnya luput dari sistem akhirnya ikut serta secara otomatis dalam ekosistem perpajakan nasional.

“Simak Juga : Polri dan Ponpes Gelar Penanaman Jagung Serentak di Jatim”

Literasi Digital = Kesadaran Pajak

Namun regulasi saja tak cukup. Indonesia masih menghadapi tantangan literasi digital dan pajak yang rendah. Banyak pelaku e-commerce tidak sadar bahwa mereka sudah menjadi “pengusaha” dan memiliki kewajiban membayar pajak. Edukasi, integrasi data NIK sebagai NPWP, serta pelatihan pelaporan mandiri perlu digalakkan untuk membentuk budaya baru: usaha digital yang sadar pajak.

Pajak yang Merangkul, Bukan Menjerat

Tujuan utama reformasi ini bukan menghukum, tapi merangkul. Negara perlu hadir memberi pemahaman bahwa kontribusi fiskal adalah bagian dari gotong royong membangun bangsa. Dengan strategi yang adil dan edukatif, sistem pajak tak hanya menjadi alat pungut, tapi cermin keadilan. Kini saatnya pelaku usaha digital tak lagi tak terlihat di mata negara—mereka harus menjadi bagian dari solusi, bukan tantangan.