Harga Cabai di Sidoarjo Tembus Rp100.000: Pedagang Tertekan, Pembeli Menahan Diri

Harga Cabai di Sidoarjo Tembus Rp100.000: Pedagang Tertekan, Pembeli Menahan Diri

FaktaSehari – Kenaikan harga cabai di Pasar Baru Porong, Sidoarjo, membuat para pedagang tertekan dalam sepekan terakhir. Cabai rawit kualitas baik kini dijual hingga Rp100.000 per kilogram, angka yang sebelumnya hanya ditemui saat momen kelangkaan ekstrem. Sri Wahyuni, salah satu pedagang, mengakui bahwa harga terus merangkak naik sekitar Rp5.000 setiap hari selama lima hari terakhir. Kondisi ini membuatnya kesulitan menyeimbangkan modal dan penjualan, karena kenaikan harga sering kali tidak sejalan dengan daya beli konsumen. Banyak pedagang akhirnya mengambil keputusan berat: mengurangi jumlah kulakan demi mengantisipasi risiko kerugian. Situasi pasar berubah drastis, dari yang biasanya ramai permintaan menjadi serba penuh kehati-hatian. Kenaikan harga ini terasa seperti gelombang mendadak yang mengacaukan ritme dagang harian.

Pedagang Mengurangi Stok Demi Menghindari Kerugian

Dengan harga cabai yang melonjak tajam, para pedagang memilih langkah aman untuk menghindari kerugian. Sri, yang biasanya membeli 15–35 kilogram cabai setiap hari, kini hanya berani mengambil sekitar 5 kilogram. Ia khawatir dagangan tidak laku dan akhirnya membusuk. Kondisi serupa juga dialami Ida Nursanti, pedagang cabai lain yang merasakan penurunan penjualan sangat drastis. Pembeli yang biasanya membeli setengah hingga satu kilogram kini hanya membeli satu ons. Para pelanggan lebih berhati-hati, beberapa bahkan memilih tidak membeli cabai sama sekali. Transaksi yang sebelumnya berjalan lancar kini berubah jadi penuh negosiasi dan penyesuaian. Pedagang berjuang menyesuaikan strategi agar tetap bertahan, meskipun situasi pasar makin tidak menentu.

“Baca Juga : Viral Pengemudi Lawan Arah dan Ucapan Rasis, Polisi Resmi Naikkan Kasus ke Penyidikan”

Pembeli Mulai Beralih ke Cabai Kering dan Kualitas Rendah

Kenaikan harga membuat banyak pembeli terpaksa mencari alternatif yang lebih terjangkau. Menurut Ida, sebagian besar pelanggan kini beralih ke cabai kering atau cabai berkualitas lebih rendah untuk menghemat biaya. Perubahan ini cukup terasa di lapak-lapak pedagang, karena stok cabai berkualitas baik semakin jarang disentuh. Para ibu rumah tangga yang biasanya membeli cabai segar pun memutar haluan demi menjaga pengeluaran tetap stabil. Cabai kering dianggap lebih praktis karena tahan lama dan jauh lebih murah. Kebutuhan dapur tetap terpenuhi, tetapi dengan kompromi rasa yang harus diterima. Pergeseran ini menunjukkan bagaimana harga pangan bisa mengubah kebiasaan belanja masyarakat secara cepat.

Pelaku Usaha Kuliner Ikut Terpukul Lonjakan Harga

Tidak hanya pembeli rumah tangga, pelaku usaha kuliner juga merasakan dampak berat. Sugito, penjual bakso di Porong, mengaku terpaksa mengganti cabai segar dengan cabai kering demi mempertahankan margin usaha. Harga cabai segar yang terlalu tinggi membuatnya tidak lagi mampu membeli dalam jumlah biasa. Cabai kering dengan harga Rp35.000–Rp45.000 per kilogram menjadi solusi yang lebih masuk akal. Pergantian bahan baku ini tentu memengaruhi rasa, tetapi Sugito tidak punya pilihan lain. Banyak pedagang makanan kecil mengalami dilema serupa. Mereka ingin menjaga kualitas, namun harga bahan baku yang melonjak membuat setiap keputusan harus diambil dengan amat hati-hati agar usaha tetap berjalan.

Kenaikan Harga Tidak Hanya Terjadi pada Cabai

Cabai bukan satu-satunya komoditas yang mengalami kenaikan signifikan. Wortel yang sebelumnya dijual Rp15.000 kini mencapai Rp30.000 per kilogram. Bawang merah pun naik dari Rp40.000 menjadi Rp55.000. Kenaikan ini membuat biaya belanja masyarakat semakin besar. Para pedagang merasa pasar sedang memasuki masa sulit di mana daya beli melemah, sementara harga modal terus meningkat. Pembeli yang datang biasanya hanya membeli kebutuhan paling pokok dalam jumlah kecil. Kondisi ini menciptakan rantai tekanan dari pemasok hingga ke konsumen akhir. Lonjakan harga yang merata membuat suasana pasar terasa lebih lesu daripada biasanya.

“Simak Juga : QRIS Tap Nobu Bank Hadir di LRT Jakarta: Langkah Baru Pembayaran Digital yang Makin Dekat dengan Penumpang”

Dugaan Penyebab: Cuaca Buruk Mengganggu Produksi

Para pedagang meyakini bahwa cuaca buruk yang melanda banyak wilayah di Jawa Timur menjadi penyebab utama kenaikan harga cabai. Hujan berkepanjangan membuat banyak tanaman gagal panen atau terhambat pertumbuhannya. Pasokan yang menurun otomatis mendorong harga naik. Kondisi ini sudah sering terjadi setiap kali cuaca ekstrem berlangsung lama. Namun kali ini, kenaikan terasa lebih cepat dan tajam. Para petani kesulitan mengirimkan pasokan stabil, sehingga pedagang di pasar harus berebut stok. Masyarakat pun ikut merasakan dampaknya secara langsung di dapur mereka. Semua berharap kondisi cuaca segera membaik agar pasokan kembali normal dan harga bisa turun ke tingkat yang lebih wajar.

Pedagang dan Pembeli Berharap Harga Segera Stabil

Di tengah ketidakpastian ini, harapan terbesar datang dari para pedagang dan pembeli yang setiap hari bergantung pada pasar. Mereka berharap harga segera stabil agar aktivitas jual beli kembali berjalan lancar. Situasi ini menunjukkan betapa rentannya pasar pangan terhadap perubahan cuaca dan pasokan. Para pedagang terus berusaha bertahan, sementara pembeli menyesuaikan kebiasaan belanja demi mengatasi lonjakan harga. Di balik hiruk-pikuk pasar, ada kekhawatiran yang sama: apakah harga cabai akan turun dalam waktu dekat, atau justru terus merangkak naik? Semua mata kini tertuju pada pasokan dari petani, satu-satunya harapan untuk mengembalikan keseimbangan pasar.