Harga Emas dan Perak Rebound, Sinyal Awal “Perang Logam” Global

Harga Emas dan Perak Rebound, Sinyal Awal “Perang Logam” Global

FaktaSehari – Setelah sempat tertekan oleh aksi jual agresif, Harga Emas dan Perak kembali menunjukkan daya tahannya menjelang penutupan tahun 2025. Pada perdagangan Selasa waktu setempat, kontrak berjangka emas menguat mendekati level 4.362 dolar AS per troy ons. Sementara itu, perak mencatat lonjakan tajam hingga sekitar delapan persen, sebuah pemulihan signifikan setelah mengalami penurunan harian terdalam sejak 2021. Kebangkitan ini memberi napas lega bagi investor yang sempat khawatir reli logam mulia telah berakhir. Lebih dari sekadar pantulan teknikal, pergerakan ini mencerminkan optimisme bahwa tren jangka panjang masih utuh. Apalagi, emas dan perak kini berada di jalur kenaikan tahunan terbesar sejak 1979. Di tengah ketidakpastian global, logam mulia kembali memantapkan posisinya sebagai aset lindung nilai yang dicari banyak pihak.

Rekor Tahunan dan Minat Investor yang Kian Menguat

Kinerja emas dan perak sepanjang 2025 mencatatkan sejarah baru. Kedua logam ini berada di jalur untuk membukukan kenaikan tahunan terbesar dalam lebih dari empat dekade. Kondisi tersebut tak lepas dari meningkatnya minat investor institusional maupun ritel yang mencari perlindungan nilai di tengah volatilitas pasar keuangan. Selain itu, pembelian agresif oleh bank sentral berbagai negara turut memperkuat fondasi reli emas. Sejak awal tahun, harga emas telah melonjak lebih dari 60 persen, melanjutkan tren kuat dari tahun sebelumnya. Sementara itu, perak mulai menarik perhatian sebagai aset yang dinilai tertinggal secara valuasi. Transisi energi, kebutuhan industri, serta ketidakpastian geopolitik membuat logam mulia kembali dipandang relevan. Dengan kata lain, reli ini bukan sekadar euforia sesaat, melainkan cerminan perubahan lanskap ekonomi global.

“Baca Juga : Bakti BCA Hadir di Sumatera: Merajut Harapan Korban Banjir Lewat Bantuan Nyata”

Bank Sentral Jadi Motor Utama Kenaikan Emas

Peran bank sentral semakin dominan dalam mengerek harga emas ke level tertinggi. Dalam beberapa tahun terakhir, banyak negara meningkatkan cadangan emas sebagai upaya diversifikasi dari aset berbasis dolar AS. Tren ini kian menguat sepanjang 2025, seiring meningkatnya tensi geopolitik dan risiko keuangan global. Pembelian besar-besaran tersebut menciptakan permintaan struktural yang sulit tergantikan. Selain itu, emas dipandang sebagai simbol kedaulatan finansial di tengah perubahan tatanan ekonomi dunia. Ketika bank sentral bergerak serempak, pasar pun merespons dengan reli berkelanjutan. Kondisi ini memberi sinyal bahwa emas bukan hanya aset spekulatif, melainkan instrumen strategis jangka panjang. Oleh karena itu, setiap koreksi harga justru kerap dimanfaatkan sebagai peluang akumulasi oleh pelaku besar.

Perak dan Tembaga Masuk Radar Keamanan Nasional

Berbeda dengan emas yang identik sebagai aset lindung nilai, perak dan tembaga kini mendapat sorotan baru dari sisi strategis. Amerika Serikat telah memasukkan kedua logam tersebut ke dalam daftar mineral kritis karena perannya yang vital bagi industri dan keamanan nasional. Perak, misalnya, sangat dibutuhkan dalam pengembangan panel surya, pusat data, dan teknologi kecerdasan buatan. Permintaan yang melonjak ini membuat perak tak lagi sekadar logam mulia, melainkan tulang punggung industri masa depan. Tembaga pun mengalami nasib serupa, seiring perannya dalam elektrifikasi dan manufaktur modern. Dengan demikian, kenaikan harga perak dan tembaga bukan hanya dipicu spekulasi, melainkan kebutuhan nyata yang terus tumbuh dari sektor industri strategis.

Pembatasan Ekspor China Picu Kekhawatiran Pasokan

Dari sisi pasokan, kebijakan China menjadi faktor krusial yang mengguncang pasar perak global. Sebagai salah satu produsen perak terbesar dunia, rencana China membatasi ekspor mulai awal 2026 memicu kekhawatiran akan kelangkaan pasokan. Langkah ini memaksa negara lain untuk mencari sumber alternatif, yang tidak selalu mudah atau murah. Akibatnya, tekanan terhadap harga pun meningkat. Dalam kondisi seperti ini, pasar bereaksi cepat karena pasokan perak dunia relatif terbatas. Ketika permintaan industri terus naik, sementara pasokan terhambat, ketidakseimbangan pun tak terelakkan. Situasi ini memperkuat narasi bahwa dunia tengah memasuki fase baru persaingan sumber daya logam.

“Simak Juga : Bank Mandiri Komitmen Dukung Pemulihan Ekonomi Melalui Perlakuan Khusus Kredit untuk Debitur Terdampak Bencana”

Industri Teknologi Dorong Permintaan Logam Mulia

Sekitar 60 persen konsumsi perak global kini digunakan untuk kebutuhan industri, mulai dari panel surya hingga baterai kendaraan listrik. Pertumbuhan pusat data dan teknologi AI juga menyerap perak dalam jumlah besar. Bahkan, perusahaan teknologi raksasa mulai mengamankan pasokan jangka panjang, seperti yang dilakukan Samsung melalui kesepakatan tambang di Meksiko. Langkah ini menunjukkan bahwa logam mulia telah menjadi komponen strategis dalam rantai pasok teknologi global. Di tengah perlombaan inovasi, ketersediaan logam menjadi faktor penentu. Oleh sebab itu, permintaan industri yang stabil dan cenderung meningkat memberi dasar kuat bagi harga perak dan logam lainnya.

Pelemahan Dolar dan Kebijakan The Fed Perkuat Tren

Faktor makroekonomi turut memperkuat reli logam mulia sepanjang 2025. Dolar AS melemah hampir 10 persen, sementara Federal Reserve memangkas suku bunga beberapa kali. Kombinasi ini menciptakan lingkungan yang kondusif bagi emas dan perak. Ketika suku bunga turun, daya tarik aset tanpa imbal hasil seperti emas justru meningkat. Selain itu, pelemahan dolar membuat harga logam mulia lebih terjangkau bagi pembeli global. Meski sebagian analis menilai harga saat ini sudah tinggi, banyak pihak berpendapat bahwa valuasi perak masih relatif murah jika disesuaikan dengan inflasi. Dengan dinamika tersebut, reli logam mulia tampaknya masih memiliki ruang untuk berlanjut di tahun-tahun mendatang.