Fakta Sehari – Perang dagang yang digerakkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, terutama terhadap China, memberikan dampak besar yang tidak hanya dirasakan oleh negara-negara besar, tetapi juga oleh negara berkembang seperti Indonesia. Kebijakan Trump yang mengenakan tarif impor tinggi terhadap produk-produk dari China, Meksiko, dan Kanada, diperkirakan akan menciptakan gejolak dalam perekonomian global, termasuk Indonesia. Sebagai negara dengan pasar terbuka, Indonesia harus waspada terhadap sejumlah potensi ancaman yang dapat mengguncang perekonomiannya.
Ancaman pertama yang harus dihadapi Indonesia adalah potensi capital outflow atau arus modal asing yang keluar besar-besaran. Ketidakpastian yang ditimbulkan akibat eskalasi perang dagang ini bisa mendorong investor untuk mencari pasar yang lebih stabil, seperti negara maju di Eropa atau AS. Indonesia, sebagai negara dengan perekonomian yang masih rentan terhadap perubahan eksternal, bisa mengalami penurunan arus investasi, yang pada gilirannya dapat memperburuk posisi pasar keuangan dalam negeri. Jika ini terjadi, Indonesia berisiko kehilangan modal penting untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan pembangunan infrastruktur.
Selain itu, kebijakan Trump yang memicu perang dagang ini berisiko mengganggu sektor ekspor Indonesia. China, sebagai mitra dagang utama, bisa membalas kebijakan Trump dengan meningkatkan tarif impor terhadap produk-produk asal Indonesia. Dampaknya, ekspor Indonesia ke China maupun AS berpotensi mengalami penurunan. Sektor-sektor seperti pertanian, mineral, dan manufaktur yang bergantung pada pasar internasional bisa menghadapi hambatan besar dalam melakukan ekspor. Penurunan ini akan memperburuk perekonomian Indonesia, yang semakin bergantung pada perdagangan internasional untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi.
Satu dampak lain yang harus diwaspadai Indonesia adalah meningkatnya volume barang-barang China yang akan memasuki pasar domestik. Dengan adanya tarif tinggi yang diterapkan di AS, produk-produk asal China bisa saja diarahkan ke pasar negara berkembang seperti Indonesia. Hal ini bisa menyebabkan “banjir” produk China di pasar Indonesia, yang pada gilirannya dapat merugikan industri domestik. Industri manufaktur Indonesia, yang sudah tertekan, akan semakin kesulitan bersaing dengan produk murah dan berlimpah dari China. Jika hal ini tidak diatasi dengan kebijakan proteksi yang tepat, maka sektor industri Indonesia, terutama UMKM, bisa terancam.
“Simak juga: Tetap Bugar di Usia 78: Kunci Kesehatan Donald Trump yang Bikin Dokter Kagum”
Ancaman keempat yang perlu diperhatikan adalah kemungkinan pencabutan fasilitas tarif preferensial untuk produk Indonesia yang masuk ke pasar AS. Sistem Tarif Preferensial Umum (GSP) yang memberikan tarif rendah untuk produk-produk Indonesia yang diekspor ke AS selama ini telah membantu Indonesia menjaga daya saing ekspornya. Namun, jika Trump mencabut fasilitas ini, produk Indonesia akan kesulitan bersaing dengan negara lain yang tidak terkena tarif tinggi. Penghapusan GSP dapat mempengaruhi kinerja ekspor Indonesia ke AS dan merugikan perekonomian secara keseluruhan.
Melihat potensi dampak tersebut, Indonesia harus segera mempersiapkan diri untuk menghadapi kemungkinan perang dagang jilid II ini. Langkah-langkah yang dapat diambil meliputi meningkatkan iklim investasi, memperbaiki daya saing produk, dan memperluas pasar ekspor ke negara-negara selain AS dan China. Selain itu, penting bagi pemerintah untuk memastikan kestabilan ekonomi domestik agar dapat mengurangi ketergantungan pada pasar global yang penuh ketidakpastian. Dengan langkah-langkah yang tepat, Indonesia bisa mengurangi dampak negatif dari perang dagang dan tetap mempertahankan pertumbuhannya.