Fakta Sehari – Turunnya daya beli masyarakat di Indonesia menjadi topik yang semakin menarik perhatian, khususnya di kalangan kelas menengah. Berdasarkan data terbaru yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia (BI), survei konsumen menunjukkan adanya penurunan signifikan pada kelompok masyarakat dengan pengeluaran bulanan di bawah Rp5 juta. Penurunan ini menunjukkan dampak yang lebih besar terhadap kesejahteraan ekonomi masyarakat Indonesia. Dalam artikel ini, kita akan membahas beberapa faktor yang menyebabkan menurunnya daya beli masyarakat, serta bagaimana fenomena ini mempengaruhi pola konsumsi masyarakat.
Salah satu faktor utama yang menyebabkan penurunan daya beli masyarakat adalah deflasi, yang tercatat selama tiga bulan berturut-turut. Deflasi, meskipun terdengar menguntungkan karena harga barang yang lebih murah, sejatinya menunjukkan adanya penurunan daya beli masyarakat. Ketika harga barang turun tetapi tidak diimbangi dengan daya beli yang kuat, ini menandakan ekonomi masyarakat yang lemah, terutama di kalangan kelas menengah.
Selain itu, kinerja industri manufaktur yang melemah juga berkontribusi pada menurunnya daya beli. Indeks Manufaktur Indonesia (PMI) menunjukkan tanda-tanda kontraksi, yang berarti ada penurunan produksi barang. Ini berdampak pada penurunan lapangan pekerjaan dan menurunnya permintaan terhadap barang dan jasa, yang pada akhirnya memengaruhi daya beli masyarakat.
“Baca juga: 5 Tanda Ekonomi Indonesia Sedang Dalam Bahaya, Wajib Waspada!”
Faktor lain yang memperburuk daya beli adalah maraknya judi online (judol), yang kini banyak merugikan masyarakat. Banyak orang menghabiskan uang mereka untuk berjudi online, yang sebagian besar bertransaksi melalui dompet digital atau e-wallet. Hal ini menggerogoti kemampuan keuangan masyarakat, terutama kelas menengah, yang membuat mereka kesulitan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi sehari-hari.
Selain itu, berkurangnya tawaran diskon besar di platform belanja online juga menjadi penyebab menurunnya daya beli. Beberapa tahun lalu, masyarakat sering kali dimanjakan dengan diskon besar yang ditawarkan oleh berbagai platform belanja online. Diskon besar ini memicu pembelian yang lebih banyak, terutama di kalangan kelas menengah. Namun, sejak akhir-akhir ini, diskon-diskon tersebut semakin jarang ditemukan, yang menyebabkan masyarakat harus membeli barang dengan harga yang lebih tinggi.
“Simak juga: Ara Ungkap Penyebab Banyak Orang Batal Beli Rumah Gara-gara Program Rumah Gratis”
Fenomena lainnya yang turut berkontribusi pada menurunnya daya beli adalah penurunan jumlah pinjaman online ilegal atau pinjol. Pada masa pandemi COVID-19, pinjol ilegal banyak membantu masyarakat yang membutuhkan dana cepat. Namun, pinjaman-pinjaman ini sering kali membuat masyarakat terjebak dalam lingkaran utang. Sebagian besar orang meminjam dana dari beberapa pinjol sekaligus untuk membayar utang yang lain, yang akhirnya menguras pendapatan mereka. Meskipun memberikan akses mudah terhadap uang, keberadaan pinjol ilegal ini justru menambah beban finansial, yang berdampak pada penurunan daya beli.
Menurut Asosiasi Pengusaha Pusat Belanja Indonesia (APPBI), daya beli masyarakat kelas menengah terlihat jelas dalam pola belanja mereka. Kini, masyarakat lebih memilih untuk membeli barang dengan harga lebih terjangkau, dan lebih menghindari produk-produk dengan harga tinggi. Toko-toko yang menawarkan barang-barang dengan harga murah, seperti Miniso dan KKV, mengalami penjualan yang signifikan karena mereka dapat memenuhi kebutuhan konsumen dengan anggaran terbatas. Fenomena ini menunjukkan bahwa daya beli masyarakat semakin terbatas, sehingga mereka lebih selektif dalam pengeluaran mereka.
Turunnya daya beli ini tidak hanya berdampak pada pola belanja individu, tetapi juga memiliki dampak besar pada perekonomian secara keseluruhan. Masyarakat yang lebih mengutamakan barang-barang murah dapat mengurangi pengeluaran untuk produk-produk premium, yang pada akhirnya mempengaruhi bisnis dan sektor ritel.