Ekonomi

Pengusaha Mal Tertekan, Pemerintah Diminta Kaji Ulang Kenaikan Tarif PPN dan UMP 2025

Fakta Sehari – Pengusaha mal di Indonesia kini menghadapi tekanan berat akibat dua kebijakan ekonomi yang akan diberlakukan pada 2025, yakni kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% dan peningkatan Upah Minimum Provinsi (UMP). Kebijakan ini diperkirakan akan berdampak pada efisiensi operasional bisnis dan daya saing sektor ritel.

Ketua Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Alphonzus Widjaja, menyampaikan kekhawatirannya bahwa kedua kebijakan ini dapat menekan profitabilitas pelaku usaha. Menurutnya, selain meningkatkan beban biaya operasional, kebijakan tersebut juga berpotensi menurunkan daya beli masyarakat. “Ketika daya beli masyarakat tergerus, jumlah pengunjung mal dan transaksi ritel kemungkinan akan ikut menurun,” ujarnya.

Dampak Kenaikan Tarif PPN terhadap Harga dan Konsumsi

Kebijakan kenaikan tarif PPN menjadi 12% telah ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Peraturan ini akan mulai berlaku efektif pada awal tahun 2025 dan bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara demi mendukung pembangunan nasional.

Namun, di sisi lain, pengusaha memandang bahwa kenaikan PPN ini akan berdampak pada kenaikan harga barang dan jasa. Dengan harga yang lebih tinggi, konsumen cenderung lebih berhati-hati dalam mengalokasikan pengeluaran mereka. Kondisi ini tentu menjadi tantangan baru bagi pengusaha pusat perbelanjaan, yang selama ini bergantung pada daya beli masyarakat untuk menjaga kestabilan bisnis.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa kebijakan ini merupakan langkah strategis untuk memperkuat fondasi fiskal negara. “Dengan tambahan pendapatan ini, pemerintah dapat mengalokasikan anggaran untuk berbagai program prioritas yang mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat,” ungkapnya dalam sebuah pernyataan.

“Baca Juga: DPR: Penundaan PPN 12 Persen Dimungkinkan Tanpa Ubah UU, Begini Mekanismenya”

Kenaikan UMP: Kesejahteraan Pekerja dan Tantangan Pengusaha

Selain kenaikan tarif PPN, rencana peningkatan UMP juga menjadi perhatian utama pelaku usaha. Kementerian Ketenagakerjaan telah memastikan bahwa UMP 2025 akan naik, meskipun persentase kenaikannya masih dalam pembahasan.

Kenaikan ini diharapkan dapat membantu meningkatkan kesejahteraan pekerja. Namun, bagi pengusaha mal, hal ini berarti adanya peningkatan biaya tenaga kerja yang signifikan. “Kami harus mencari cara untuk tetap menjaga keberlanjutan bisnis di tengah kenaikan biaya operasional. Ini bukan tugas yang mudah, terutama bagi bisnis yang baru pulih dari dampak pandemi,” ujar salah seorang pelaku usaha.

Beberapa pengusaha juga menyoroti bahwa kenaikan UMP dapat memaksa mereka untuk melakukan penyesuaian, seperti efisiensi tenaga kerja atau peninjauan ulang struktur gaji karyawan.

APPBI Mengusulkan Dialog dengan Pemerintah

Merespons tantangan ini, APPBI mengusulkan adanya dialog terbuka antara pemerintah dan pelaku usaha untuk mencari solusi yang menguntungkan semua pihak. Organisasi ini berharap pemerintah dapat memberikan insentif atau keringanan bagi sektor ritel untuk membantu mereka beradaptasi dengan kebijakan baru tersebut.

“Langkah seperti pemberian subsidi atau insentif pajak dapat membantu pengusaha mal menyesuaikan diri dengan beban tambahan. Kami berharap pemerintah mempertimbangkan hal ini untuk menjaga stabilitas sektor ekonomi,” kata Alphonzus.

Meski menghadapi tantangan besar, pengusaha pusat perbelanjaan diharapkan terus berinovasi untuk menjaga daya saing mereka. Strategi seperti pengoptimalan teknologi, penawaran promo yang lebih menarik, hingga penyelenggaraan acara kreatif dapat menjadi langkah untuk menarik minat konsumen.

Beberapa pengelola pusat perbelanjaan juga mulai fokus pada pengalaman pelanggan dengan mengintegrasikan layanan offline dan online. “Kami harus lebih adaptif, termasuk menawarkan pengalaman belanja yang unik dan menarik untuk menjaga loyalitas pelanggan,” ujar seorang pengusaha ritel.

“Simak Juga: Krisis Perbankan Lokal? Alasan di Balik Tutupnya 137 Bank di Indonesia”

Kerja Sama Antara Pemerintah dan Pelaku Usaha

Tantangan yang dihadapi sektor ritel ini membutuhkan pendekatan yang seimbang dari pemerintah dan pelaku usaha. Pemerintah diharapkan dapat mendukung pelaku usaha melalui kebijakan yang tidak hanya fokus pada peningkatan pendapatan negara, tetapi juga mempertimbangkan keberlanjutan bisnis sektor swasta.

Di sisi lain, pengusaha juga perlu lebih proaktif dalam menyesuaikan strategi bisnis mereka agar tetap relevan di tengah dinamika pasar yang berubah. Kolaborasi antara kedua pihak ini diharapkan dapat menciptakan iklim usaha yang lebih kondusif dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.

Dengan berbagai tantangan yang ada, kebijakan ini akan menjadi ujian bagi sektor ritel di Indonesia pada tahun 2025. Apakah perubahan ini mampu menciptakan keseimbangan antara kebutuhan negara dan pelaku usaha, atau justru menimbulkan dampak negatif yang lebih luas, menjadi hal yang patut diperhatikan ke depannya.