The Fed Pangkas Suku Bunga: Sinyal Baru, Ruang Gerak Semakin Sempit

The Fed Pangkas Suku Bunga: Sinyal Baru, Ruang Gerak Semakin Sempit

FaktaSehari – Keputusan The Fed memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi kisaran 3,5-3,75 persen menghadirkan babak baru dalam perjalanan ekonomi Amerika. Meski pasar menyambutnya dengan optimisme, nada hati-hati terasa jelas dalam tiap pernyataan pejabat bank sentral. Jerome Powell menegaskan bahwa langkah ini menempatkan kebijakan moneter dalam posisi netral, sebuah ruang di mana The Fed bisa menunggu dan membaca arah ekonomi tanpa tekanan. Namun, di balik sikap tenang itu, terlihat ketegangan internal yang kuat. Tiga anggota FOMC menyuarakan penolakan, menunjukkan perbedaan pandangan tajam terkait risiko inflasi dan ancaman perlambatan. Keputusan ini pun terasa seperti rem ringan di tengah jalan panjang yang masih sulit ditebak.

Perbedaan Suara yang Mewarnai Keputusan Bersejarah

Untuk pertama kalinya sejak 2019, keputusan pemangkasan suku bunga The Fed diwarnai tiga suara dissent. Perbedaan sikap ini bukan sekadar angka dalam rapat, melainkan cerminan kompleksitas ekonomi Amerika saat memasuki 2026. Stephen Miran menginginkan pemangkasan yang lebih agresif demi mempercepat pemulihan. Sebaliknya, Jeffrey Schmid dan Austan Goolsbee merasa penurunan suku bunga harus ditahan mengingat tekanan inflasi yang belum benar-benar surut. Ketidaksepahaman ini memperlihatkan bagaimana para pembuat kebijakan masih mencari keseimbangan antara menahan perlambatan ekonomi dan menjaga stabilitas harga. Dengan demikian, publik mendapat gambaran bahwa keputusan The Fed kini tak lagi sekadar soal angka, tetapi tentang keberanian membaca risiko yang terus berubah.

“Baca Juga : Indonesia Jajaki Teknologi Baja Rendah Emisi: Langkah Baru Menuju Industri Hijau”

Respons Pasar yang Cepat dan Penuh Harapan

Begitu keputusan diumumkan, pasar keuangan merespons cepat dan penuh antisipasi. Indeks Dow Jones melonjak sekitar 500 poin, sebuah reaksi yang menandakan kelegaan kolektif investor setelah bulan-bulan penuh ketidakpastian. Imbal hasil obligasi pemerintah AS ikut turun, memberi ruang bagi pelaku pasar untuk bernapas lebih lega. Namun, di balik euforia singkat itu, proyeksi dot plot The Fed justru menunjukkan sikap jauh lebih hati-hati. Mayoritas pejabat hanya memperkirakan satu kali pemangkasan lagi pada 2026 dan satu kali pada 2027. Bahkan tujuh pejabat tidak ingin pemangkasan dilakukan sama sekali tahun depan. Dengan demikian, pasar sebenarnya menghadapi sinyal yang berlapis optimisme jangka pendek, tetapi kehati-hatian jangka panjang yang sulit diabaikan.

Tantangan Inflasi yang Tak Kunjung Mereda

Meski suku bunga telah turun, tantangan inflasi tetap menjadi beban utama yang menahan ruang gerak The Fed. Proyeksi terbaru menunjukkan inflasi masih bertahan di atas target 2 persen hingga 2028. Pada September saja, inflasi tahunan berada di level 2,8 persen, mengisyaratkan tekanan harga yang belum benar-benar reda. Menariknya, The Fed justru menaikkan perkiraan pertumbuhan ekonomi 2026 menjadi 2,3 persen. Perpaduan antara pertumbuhan yang membaik dan inflasi yang membandel menciptakan dilema baru. Penurunan suku bunga terlalu cepat dapat memicu lonjakan harga, sedangkan mempertahankannya terlalu tinggi berisiko memperlambat ekonomi. Di tengah kondisi ini, keputusan 25 bps terasa seperti kompromi yang dipilih agar pasar tetap stabil sambil memberi waktu bagi data baru masuk.

Kebijakan Pembelian Surat Utang yang Mengundang Perhatian

Selain pemangkasan suku bunga, langkah The Fed kembali membeli Treasury bills senilai 40 miliar dollar AS pekan ini menarik perhatian besar. Kebijakan ini bertujuan menenangkan tekanan di pasar pendanaan jangka pendek, sebuah area yang kini semakin sensitif terhadap perubahan likuiditas global. Strategi ini sekaligus mengirim pesan bahwa The Fed ingin menjaga kelancaran sistem keuangan di tengah dinamika yang tidak menentu. Banyak pelaku pasar menilai keputusan ini sebagai bentuk dukungan tambahan untuk menjaga stabilitas menjelang pergantian kepemimpinan. Dengan demikian, pembelian surat utang ini bukan sekadar transaksi pasar, tetapi sinyal kehati-hatian bahwa ketegangan ekonomi masih terasa di balik layar.

“Simak Juga : QRIS Tap Nobu Bank Hadir di LRT Jakarta: Langkah Baru Pembayaran Digital yang Makin Dekat dengan Penumpang”

Transisi Kepemimpinan dan Tantangan yang Mengiringinya

Di tengah kebijakan yang saling tumpang tindih, The Fed memasuki masa transisi penting. Jerome Powell hanya memiliki tiga pertemuan lagi sebelum masa jabatannya berakhir. Presiden Donald Trump dikabarkan segera memilih penggantinya, dengan Kevin Hassett menjadi calon terkuat. Transisi ini terjadi ketika The Fed masih berjuang menghadapi keterlambatan data ekonomi akibat penutupan pemerintahan selama enam pekan. Pasar tenaga kerja melemah, perekrutan menurun, dan data tidak resmi menunjukkan peningkatan PHK yang telah menembus 1,1 juta hingga November. Dengan seluruh ketidakpastian ini, siapa pun pengganti Powell akan mewarisi tantangan besar. Keputusan-keputusan hari ini pun akan menjadi fondasi bagi arah kebijakan moneter tahun-tahun mendatang.

Potret Ekonomi Amerika yang Masih Mencari Arah

Melihat keseluruhan keputusan The Fed, terlihat jelas bahwa ekonomi Amerika berada di persimpangan jalan. Suku bunga turun, tetapi inflasi belum jinak. Pasar optimistis, tetapi proyeksi jangka panjang justru ketat. Tenaga kerja melemah, tetapi pertumbuhan diperkirakan membaik. Semua tanda ini menciptakan potret ekonomi yang bergerak maju sambil tetap berhati-hati. The Fed memilih langkah kecil, bukan lompatan besar, karena ruang manuver kini semakin terbatas. Pada akhirnya, kebijakan moneter bukan lagi sekadar alat teknis, tetapi cermin dari dinamika ekonomi dan politik yang saling mempengaruhi. Di tengah semua itu, publik hanya bisa berharap bahwa pilihan kecil hari ini akan membawa stabilitas yang lebih besar esok hari.