Tangis Haru Adies Kadir dan Uya Kuya Usai Dinyatakan Tak Langgar Etik oleh MKD DPR RI
FaktaSehari – Suasana ruang sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI pada Rabu (5/11/2025) mendadak berubah haru. Dua politisi, Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir dan anggota DPR RI Surya Utama alias Uya Kuya, tak kuasa menahan air mata setelah mendengar putusan yang menyatakan keduanya tidak melanggar kode etik. Momen itu terasa sangat emosional. Setelah berbulan-bulan menjalani proses pemeriksaan dan tekanan publik, keduanya akhirnya bisa bernapas lega. Saat Wakil Ketua MKD Adang Daradjatun membacakan keputusan, Adies yang duduk di sebelah Ahmad Sahroni terlihat menutup wajahnya dengan kedua tangan. Tangisan itu menggambarkan kelegaan setelah melewati masa sulit, sekaligus menjadi penanda bahwa perjuangan mereka untuk membuktikan kebenaran akhirnya membuahkan hasil.
Putusan MKD Membawa Kelegaan
Dalam sidang tersebut, MKD menegaskan bahwa Adies Kadir tidak terbukti melanggar kode etik DPR RI. Putusan ini juga mengembalikan statusnya sebagai anggota sekaligus Wakil Ketua DPR RI. Sebelumnya, ia dinonaktifkan sejak September 2025. Begitu kalimat putusan dibacakan, ruang sidang langsung dipenuhi tepuk tangan dari para anggota DPR yang hadir. Adies, politikus Partai Golkar itu, tampak menunduk lalu mengusap matanya yang basah. Di sampingnya, Ahmad Sahroni menepuk bahu Adies dengan lembut, seolah memberi semangat. Bagi Adies, keputusan ini bukan sekadar kemenangan hukum, tetapi pembuktian bahwa integritas masih menjadi landasan dalam menjalankan tugas sebagai wakil rakyat.
“Baca Juga : Maladewa Larang Generasi Muda Merokok: Langkah Berani Menuju Masa Depan Sehat”
Uya Kuya Tak Kuasa Menahan Air Mata
Suasana serupa terjadi pada Uya Kuya dari Fraksi PAN. Saat namanya disebut dalam pembacaan putusan, ia menunduk, menutup wajah dengan tangan, dan mulai menangis. “Menyatakan teradu tiga, Surya Utama, tidak terbukti melanggar kode etik,” ucap Adang Daradjatun tegas. Uya tampak terisak sambil mencoba menenangkan diri. Keputusan itu sekaligus mengembalikannya sebagai anggota DPR aktif sejak putusan dibacakan. Bagi Uya, yang sempat dihujani pemberitaan negatif, keputusan MKD menjadi bentuk pemulihan nama baik dan kepercayaan publik. Ia mengaku bersyukur dan menganggap pengalaman ini sebagai pelajaran berharga. “Saya percaya, kebenaran akan selalu menemukan jalannya,” ujar Uya singkat setelah sidang berakhir.
Proses Panjang dan Tekanan Publik
Kasus dugaan pelanggaran etik yang menyeret kelima anggota DPR ini bermula dari isu kenaikan gaji anggota DPR pada Agustus 2025. Isu tersebut memicu gelombang kemarahan publik dan demonstrasi di berbagai daerah. Dalam situasi panas itu, beberapa nama anggota DPR menjadi sasaran kritik tajam di media sosial, termasuk Adies, Uya, Eko Patrio, Ahmad Sahroni, dan Nafa Urbach. MKD kemudian menonaktifkan sementara mereka untuk menjalani pemeriksaan. Selama proses itu, Adies dan Uya menghadapi tekanan besar. Namun, keduanya tetap tenang dan memilih fokus membuktikan bahwa mereka tidak bersalah. Keputusan bebas dari MKD menjadi jawaban atas kesabaran dan keyakinan mereka terhadap proses hukum yang adil.
MKD Berdiri di Atas Fakta dan Klarifikasi
Dalam sidangnya, MKD menilai keputusan membebaskan Adies dan Uya diambil berdasarkan bukti dan klarifikasi yang kuat. Hasil penyelidikan menunjukkan keduanya tidak melakukan pelanggaran etik ataupun penyalahgunaan wewenang. Bahkan, MKD menilai keduanya menjadi korban dari berita bohong dan informasi keliru yang berkembang di media sosial. “Kami mempertimbangkan fakta dan klarifikasi yang disampaikan para teradu,” kata Adang Daradjatun dalam sidang. Pernyataan itu mempertegas bahwa MKD berkomitmen menegakkan keadilan tanpa terpengaruh opini publik. Keputusan ini sekaligus mengembalikan kepercayaan terhadap mekanisme etik di DPR, yang selama ini sering mendapat sorotan tajam dari masyarakat.
“Simak Juga : Zulkifli Hasan: Rupiah Digital Jadi Simbol Kedaulatan Ekonomi Baru Indonesia”
Nasib Berbeda untuk Tiga Anggota Lain
Berbeda dengan Adies dan Uya, tiga anggota DPR lain dinyatakan terbukti melanggar kode etik. Mereka adalah Ahmad Sahroni, Eko Patrio, dan Nafa Urbach. MKD menjatuhkan sanksi nonaktif tiga bulan untuk Nafa, empat bulan untuk Eko, dan enam bulan untuk Sahroni. Sanksi ini dihitung sejak masa penonaktifan mereka di partai masing-masing. Putusan itu menegaskan bahwa MKD tetap berani menegakkan disiplin tanpa pandang bulu. Namun, keputusan bebas untuk Adies dan Uya juga menjadi pengingat bahwa tidak semua yang disorot publik bersalah. Dalam setiap proses etik, keadilan harus berdiri di atas bukti, bukan sekadar opini atau tekanan sosial.
Simbol Kelegaan dan Pemulihan Reputasi
Tangisan Adies Kadir dan Uya Kuya di ruang sidang MKD hari itu menggambarkan kelegaan dan pemulihan reputasi. Setelah berbulan-bulan menghadapi tuduhan dan cibiran, keduanya akhirnya bisa menunjukkan kebenaran. Adies tampak menyalami rekan-rekannya satu per satu, sementara Uya tersenyum tipis sambil mengucap syukur. Beberapa anggota dewan terlihat menghampiri mereka dan memberikan pelukan hangat. Di luar gedung DPR, sejumlah pendukung juga ikut menangis bahagia. Bagi mereka, keputusan ini bukan hanya kabar gembira, tetapi bukti bahwa keadilan masih ada. Dalam dunia politik yang sering keras dan penuh intrik, momen ini mengingatkan kita bahwa di balik jas dan jabatan, mereka tetap manusia yang bisa terluka, berjuang, dan akhirnya menemukan keadilan.


