Fakta Sehari – Moda transportasi antar kota antar provinsi (AKAP) menjadi andalan banyak warga. Tarifnya terjangkau dan rutenya menjangkau banyak daerah. Namun, masalah bus AKAP ilegal mulai mencuat. Beberapa operator menjalankan armada tanpa izin resmi. Mereka mengabaikan standar keselamatan dan regulasi pemerintah. Penumpang pun menjadi korban dari kelalaian ini. Keberadaan bus tak berizin menimbulkan kekhawatiran luas. Terutama saat musim liburan dan arus mudik lebaran. Banyak yang memilih bus ilegal karena murah dan fleksibel. Namun di balik itu, risiko kecelakaan lebih tinggi. Pemerintah seakan lamban menindak pelanggaran ini. Padahal data kecelakaan terus meningkat setiap tahun.
Terminal bayangan kini menjadi tempat favorit bus ilegal. Mereka beroperasi di luar pengawasan dinas perhubungan. Lokasi seperti pinggir jalan besar atau SPBU dipilih untuk naik-turun penumpang. Hal ini membuat mereka sulit dipantau oleh petugas. Penumpang pun tidak mendapat perlindungan hukum yang layak. Tidak ada asuransi, tidak ada standar operasional yang jelas. Bus AKAP tak berizin ini juga sering melanggar trayek. Mereka masuk ke jalur resmi dan bersaing secara tidak sehat. Operator resmi merasa dirugikan dan mengeluhkan minimnya pengawasan. Sayangnya, terminal bayangan terus berkembang tanpa hambatan. Koordinasi antar instansi belum berjalan optimal sampai sekarang.
“Baca Juga : Wendy Cagur Sakit, Raffi Ahmad dan Rekan Artis Kirim Doa”
Untuk bisa beroperasi secara legal, bus AKAP harus memenuhi banyak syarat. Salah satunya izin trayek, uji KIR, serta sertifikasi pengemudi. Namun bus tak berizin mengabaikan semua itu. Bahkan banyak sopir yang tidak memiliki SIM B1 Umum. Mereka membawa penumpang tanpa pengetahuan standar keselamatan. Hal ini sangat berisiko terutama dalam perjalanan malam hari. Bus semacam ini juga kerap melebihi kapasitas muatan. Penumpang dijejali hingga gang merepotkan saat darurat. Tidak ada alat pemadam, palu pemecah kaca, atau sabuk keselamatan. Penumpang hanya berharap selamat sampai tujuan tanpa masalah. Ini menunjukkan lemahnya pengawasan dan penegakan aturan.
Banyak pihak menuding pemerintah daerah terlalu pasif. Mereka tidak melakukan razia rutin atau sidak ke lapangan. Terminal resmi dibiarkan sepi sementara terminal liar ramai. Petugas yang ada di lapangan sering kali minim jumlahnya. Bahkan ada tudingan praktik pembiaran demi kepentingan tertentu. Beberapa sopir mengaku memberi setoran ke oknum tertentu. Ini membuat bus mereka bisa lewat tanpa diperiksa. Masyarakat bingung harus melapor ke siapa jika dirugikan. Kepercayaan terhadap instansi terkait makin menurun setiap tahunnya. Dinas Perhubungan, Kepolisian, dan Pemerintah Daerah saling lempar tanggung jawab. Tidak ada yang mau mengakui kelemahan sistem yang berlangsung lama.
“Simak juga: ASEAN+3 Diminta RI Lebih Praktis dalam Kebijakan Regional”
Perusahaan otobus (PO) resmi mengaku sangat terdampak. Mereka harus bayar pajak, uji KIR, dan biaya izin trayek. Sementara bus ilegal bebas melenggang tanpa beban. Ini menciptakan persaingan yang sangat tidak adil. Banyak PO legal kehilangan pelanggan karena kalah murah. Mereka tidak bisa menurunkan harga karena beban operasional tinggi. Beberapa bahkan terpaksa menghentikan armada mereka. Ada pula yang gulung tikar dan menjual asetnya. Dunia transportasi darat makin tak terkendali sejak pandemi berakhir. Kembalinya mobilitas tidak diiringi pengawasan ketat dari pemerintah. Ini menjadi alarm bahaya bagi keselamatan publik secara umum.
Penindakan seharusnya menjadi tanggung jawab kepolisian. Namun patroli lalu lintas jarang menyentuh bus AKAP ilegal. Mereka lebih fokus pada pelanggaran ringan seperti helm dan sabuk. Bus yang kelebihan muatan dan tak berizin sering lolos begitu saja. Bahkan saat ada kecelakaan, investigasi berjalan lambat. Penumpang jarang mendapat keadilan atau ganti rugi layak. Ada pula laporan bahwa petugas sering terlibat kompromi. Tidak sedikit sopir yang mengaku memberi “uang damai”. Ini menunjukkan sistem pengawasan tidak bersifat menyeluruh. Tanpa sanksi tegas, pelanggaran akan terus terjadi setiap hari. Kepolisian perlu bersikap lebih tegas dan profesional ke depannya.
Kesadaran penumpang juga sangat dibutuhkan. Jangan tergiur harga murah tanpa mengecek legalitas bus. Banyak korban kecelakaan yang tidak bisa menuntut karena naik bus ilegal. Mereka tidak dilindungi oleh asuransi penumpang. Bahkan identitas PO sulit dilacak saat terjadi masalah. Penumpang harus mencari informasi sebelum memesan tiket. Gunakan aplikasi resmi atau langsung ke agen PO terpercaya. Jika menemui terminal bayangan, sebaiknya hindari dan laporkan. Masyarakat bisa menjadi pengawas tambahan jika diberi ruang. Pemerintah seharusnya membuka saluran aduan yang mudah. Edukasi publik menjadi kunci untuk mengurangi jumlah bus ilegal.