Fakta Sehari – Pernyataan mengejutkan datang dari Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam salah satu forum internasional baru-baru ini. Ia mengungkapkan curhat seorang pejabat tinggi Amerika Serikat, yang pernah menjadi bagian dari pemerintahan Donald Trump. Menurutnya, pejabat itu merasa Amerika sedang “terzalimi” oleh sistem global saat ini. Ucapan ini memantik diskusi luas tentang posisi geopolitik Amerika dan bagaimana kekuatan ekonomi dunia melihat ketimpangan global. Sri Mulyani menyampaikan hal ini bukan sebagai bentuk kritik, melainkan sebagai refleksi dari dinamika politik internasional. Namun, kalimat tersebut punya dampak besar di ruang publik Indonesia dan dunia.
Dalam forum tersebut, Sri Mulyani menyebutkan seorang mantan anak buah Presiden Trump. Orang itu menyampaikan kekesalannya tentang globalisasi. Menurutnya, sistem global saat ini justru menghambat kemajuan Amerika. Ia merasa negara-negara lain mendapat untung lebih besar dari sistem perdagangan internasional. Sri Mulyani menggarisbawahi betapa perasaan ini sangat kuat. Bahkan, pejabat itu merasa AS justru sedang dieksploitasi. Meskipun tanpa menyebut nama, publik menduga tokoh itu adalah salah satu pejabat di bidang ekonomi atau perdagangan. Pernyataan ini memperkuat pandangan bahwa era Trump mewariskan pandangan yang lebih protektif terhadap ekonomi dalam negeri.
Ucapan “Amerika terzalimi” mungkin terdengar ironis bagi banyak negara berkembang. Sebab Amerika sering dianggap sebagai penguasa ekonomi global. Namun, menurut pejabat yang disebut Sri Mulyani, sistem yang ada saat ini justru tak lagi menguntungkan AS. Ia merasa bahwa perdagangan bebas membuat negara-negara lain berkembang cepat. Sementara industri Amerika justru kehilangan daya saing karena aturan global. Dalam forum tersebut, Sri Mulyani mencoba memahami sudut pandang itu. Ia menyebut bahwa ketimpangan dalam globalisasi memang nyata. Negara besar sekalipun bisa merasa tertekan jika tidak mendapatkan porsi keuntungan yang sesuai harapan.
Pernyataan ini mendapat berbagai tanggapan dari tokoh-tokoh ekonomi dunia. Beberapa ekonom menilai, perasaan “terzalimi” adalah bentuk kegagalan internal dalam menyesuaikan diri. Mereka menyebut globalisasi tak bisa disalahkan sepenuhnya. Sebaliknya, strategi dalam negeri-lah yang harus diperbaiki. Negara-negara lain seperti Tiongkok dan India justru berhasil memanfaatkan globalisasi untuk bangkit. Beberapa pengamat menyebut bahwa keluhan seperti itu justru mengarah pada isolasionisme. Ini dianggap berbahaya karena bisa merusak kerja sama global. Namun ada juga yang memahami perasaan tersebut. Sebab tekanan terhadap sektor industri memang dirasakan oleh banyak negara, termasuk AS.
“Simak juga: Duo Galaxy Tab S10 FE Hadir di Tanah Air, Harga Mulai Rp Jutaan”
Sebagai Menteri Keuangan, Sri Mulyani sering menjadi jembatan dalam diplomasi ekonomi antarnegara. Ucapan terbarunya ini tidak dimaksudkan untuk memprovokasi. Sebaliknya, ia ingin menunjukkan bahwa bahkan negara besar pun punya keresahan. Dengan membagikan cerita itu, Sri Mulyani ingin membuka ruang dialog yang lebih jujur antarnegara. Ia menekankan pentingnya solidaritas dalam menghadapi perubahan global. Indonesia, sebagai negara berkembang, berada di tengah-tengah arus perubahan ini. Posisi ini membuat Indonesia bisa memainkan peran penting dalam membangun kepercayaan global. Sri Mulyani berusaha menunjukkan bahwa dialog antarnegara harus lebih terbuka dan inklusif.
Ucapan Sri Mulyani tidak hanya berdampak di forum internasional. Di dalam negeri, banyak analis politik menyoroti keberaniannya membuka informasi semacam itu. Beberapa pihak memujinya sebagai bentuk transparansi dan ketegasan diplomasi. Namun ada juga yang menilai itu terlalu blak-blakan. Mereka khawatir hal itu bisa menimbulkan gesekan diplomatik. Terutama jika tokoh yang dimaksud merasa tersinggung. Meski begitu, pemerintah Indonesia sejauh ini belum mendapat protes resmi dari pihak AS. Sri Mulyani sendiri dikenal sebagai sosok yang cermat dalam berbicara. Maka besar kemungkinan, pernyataannya sudah diperhitungkan secara matang sebelumnya.