Gibran: Usulan Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto dan Gus Dur Telah Melalui Proses Panjang

Gibran: Usulan Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto dan Gus Dur Telah Melalui Proses Panjang

FaktaSehari – Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menilai usulan pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada dua mantan presiden, Soeharto dan Abdurrahman Wahid (Gus Dur), telah melewati tahapan yang panjang dan matang. Saat ditemui di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Jumat (7/11/2025), Gibran menegaskan bahwa proses penetapan gelar tersebut tidak dilakukan secara instan. “Saya kira gelar untuk pahlawan ini sudah melalui proses dan tahapan yang panjang,” ujarnya. Gibran juga menilai, keduanya memiliki kontribusi besar bagi bangsa selama masa kepemimpinan mereka. “Beliau-beliau ini sudah memberikan sumbangsih besar untuk negara,” lanjutnya. Pemerintah diketahui tengah mengkaji 40 nama calon Pahlawan Nasional tahun 2025, dan pernyataan Gibran menjadi sorotan publik di tengah perdebatan panjang mengenai warisan sejarah kedua tokoh tersebut.

Warisan Soeharto: Pembangunan dan Pengentasan Kemiskinan

Dalam pandangan Gibran, Presiden ke-2 RI Soeharto memiliki jasa besar dalam membangun pondasi kemajuan Indonesia modern. “Pak Harto berkontribusi besar dalam pembangunan, swasembada pangan, dan pengentasan kemiskinan,” kata Gibran. Pada era Orde Baru, Indonesia mencapai swasembada pangan pada akhir 1980-an dan berhasil menekan angka kemiskinan secara signifikan. Di bawah kepemimpinan Soeharto, berbagai proyek infrastruktur, pendidikan, serta program kesehatan dasar berkembang pesat. Meski demikian, warisan Soeharto tetap menjadi topik sensitif di masyarakat. Sebagian memuji keberhasilannya membangun ekonomi, sementara yang lain mengingat masa kelam pelanggaran hak asasi manusia dan pembatasan kebebasan politik. Namun, Gibran menilai bahwa kontribusi Soeharto terhadap pembangunan bangsa tetap tak terbantahkan. “Beliau membantu jutaan rakyat keluar dari kemiskinan,” katanya dengan nada menghargai.

“Baca Juga : 87 Kontainer Sawit Gagal Berangkat: Kemenkeu dan Satgassus Polri Ungkap Modus Ekspor Ilegal”

Gus Dur dan Jejak Kemanusiaan: Toleransi, Pluralisme, dan Hak Asasi

Gibran juga menyoroti jasa besar Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dalam memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan dan keberagaman. “Gus Dur sangat berkontribusi dalam penyelesaian masalah intoleransi, kebebasan beribadah, serta perlindungan terhadap kelompok minoritas,” ujarnya. Selama masa kepemimpinannya, Gus Dur dikenal sebagai simbol pluralisme dan demokrasi, membuka ruang dialog lintas agama, serta mencabut berbagai kebijakan diskriminatif terhadap etnis Tionghoa. Ia juga mendorong reformasi lembaga negara dan memperkuat posisi masyarakat sipil. “Beliau memperjuangkan hak asasi manusia dan kebebasan beragama,” lanjut Gibran. Bagi banyak orang Indonesia, Gus Dur bukan hanya pemimpin politik, melainkan tokoh moral bangsa seorang pemimpin yang mengutamakan nilai kemanusiaan di atas kekuasaan. Warisan pemikirannya tetap hidup dalam prinsip toleransi dan keadilan sosial hingga hari ini.

Pemerintah Masih Bahas 40 Nama Calon Pahlawan Nasional

Saat ini, pemerintah melalui Kementerian Sosial tengah menggodok 40 nama calon penerima gelar Pahlawan Nasional. Setiap nama yang diajukan mewakili kontribusi besar terhadap sejarah perjuangan bangsa. Di antara nama-nama tersebut, Soeharto, Gus Dur, dan aktivis buruh Marsinah menjadi sorotan utama publik. Proses seleksi dilakukan dengan ketat melalui kajian sejarah, dokumentasi, serta rekomendasi dari pemerintah daerah dan para sejarawan. Setelah itu, hasil penilaian diserahkan ke Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan Nasional sebelum ditetapkan oleh Presiden. Pemerintah menegaskan bahwa gelar Pahlawan Nasional diberikan bukan hanya berdasarkan jasa politik, tetapi juga nilai moral, integritas, dan dampak sosial yang ditinggalkan. Gibran menilai, proses panjang ini menunjukkan keseriusan negara dalam menghargai tokoh-tokoh yang berjasa bagi Indonesia.

Respons Publik: Antara Penghargaan dan Refleksi Sejarah

Usulan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional memunculkan beragam tanggapan di masyarakat. Sebagian pihak menganggap penghargaan itu layak, mengingat kontribusinya dalam pembangunan dan kestabilan ekonomi. Namun, ada pula yang menolak karena masih menilai masa pemerintahannya sarat pelanggaran hak asasi manusia dan pembungkaman kebebasan sipil. Sementara itu, nama Gus Dur justru mendapat dukungan luas dari berbagai kalangan. Ia dikenang sebagai pemimpin yang rendah hati dan memperjuangkan keadilan sosial. Di media sosial, perdebatan tentang dua nama ini mencerminkan semangat demokrasi yang hidup di Indonesia. Banyak yang menilai, perbincangan mengenai gelar Pahlawan Nasional bukan sekadar penghargaan simbolik, tetapi juga sarana refleksi kolektif untuk menilai ulang perjalanan sejarah dan nilai-nilai kemanusiaan bangsa.

“Simak Juga : Reformasi Polri di Persimpangan Jalan: Sorotan pada Komitmen Presiden dan Kapolri”

Pandangan Gibran: Menghormati Warisan Lewat Dialog

Sebagai Wakil Presiden, Gibran Rakabuming Raka menekankan pentingnya menghargai warisan sejarah secara bijak. “Kita menghormati siapa pun yang telah berjasa besar bagi bangsa ini,” ujarnya. Menurutnya, penetapan gelar Pahlawan Nasional harus dilihat sebagai proses edukatif dan reflektif, bukan perdebatan semata. Gibran menilai, menghormati tokoh seperti Soeharto dan Gus Dur berarti memahami sejarah dengan segala kompleksitasnya baik prestasi maupun kekurangannya. Pernyataan Gibran menunjukkan upaya pemerintah menjaga keseimbangan antara penghormatan terhadap masa lalu dan kebutuhan bangsa untuk terus maju. Ia menegaskan, pengakuan terhadap jasa para tokoh tidak hanya memperkuat semangat nasionalisme, tetapi juga memperkaya dialog kebangsaan tentang makna kepemimpinan dan perjuangan.

Makna Gelar Pahlawan: Antara Pengakuan dan Teladan

Gelar Pahlawan Nasional bukan sekadar simbol penghargaan, melainkan bentuk pengakuan negara atas pengabdian luar biasa bagi bangsa. Penerimanya adalah tokoh-tokoh yang mewariskan nilai-nilai keberanian, pengorbanan, dan keteladanan. Perdebatan tentang Soeharto dan Gus Dur menunjukkan bahwa bangsa ini semakin dewasa dalam memaknai sejarah. “Pahlawan bukan berarti tanpa cela,” ujar seorang sejarawan. “Namun, pahlawan adalah mereka yang meninggalkan warisan kebaikan yang melampaui kekurangannya.” Bagi Gibran, proses penilaian panjang terhadap calon pahlawan menegaskan bahwa penghargaan ini bukan keputusan politik, melainkan bagian dari perjalanan moral bangsa. “Setiap gelar melalui kajian yang panjang dan hati-hati,” katanya. Di tengah dinamika zaman, penghormatan terhadap para tokoh bangsa menjadi pengingat bahwa sejarah selalu hidup dan terus mengajarkan makna tentang siapa kita sebagai bangsa Indonesia.