Faktasehari – Jaksa penuntut umum (JPU) menyampaikan bahwa mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong memang tidak menikmati hasil dari dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi dalam kegiatan importasi gula. Akan tetapi, jaksa tetap menegaskan bahwa tindakan Tom Lembong telah memperkaya sejumlah pihak dan korporasi swasta melalui keputusan yang melawan hukum.
“Baca juga : Wanita Lompat dari Apartemen Kalibata karena Panik Dikejar ODGJ “
Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, jaksa menyebut Tom Lembong memberikan penugasan kepada beberapa badan usaha seperti PT PPI, INKOPKAR, INKOPPOL, dan PUSKOPPOL, serta memberikan persetujuan impor kepada delapan pabrik gula rafinasi dan PT Kebun Tebu Mas. Tindakan ini dinilai melanggar hukum dan berakibat pada keuntungan yang tidak sah bagi pihak-pihak tersebut.
Surat dakwaan mengungkap sejumlah nama yang memperoleh keuntungan besar dari impor gula tersebut. Tony Wijaya Ng melalui PT Angels Products mendapatkan Rp 144 miliar, Then Surianto Eka Prasetyo melalui PT Makassar Tene Rp 31 miliar, dan Hansen Setiawan melalui PT Sentra Usahatama Jaya sebesar Rp 36 miliar. Total nilai kerugian negara dan keuntungan tidak sah lainnya mencapai ratusan miliar rupiah.
Jaksa telah menuntut agar Tom Lembong dijatuhi hukuman penjara selama tujuh tahun, serta membayar denda sebesar Rp 750 juta. Jika tidak dibayar, denda tersebut akan diganti dengan kurungan selama enam bulan. Jaksa juga menegaskan bahwa proses hukum dilakukan secara transparan dan berdasarkan alat bukti yang kuat.
Jaksa menilai Tom melanggar prosedur hukum saat memberikan izin impor. Keputusan tersebut tidak melalui evaluasi objektif dan menguntungkan perusahaan yang seharusnya tidak memenuhi syarat.
Atas pelanggaran tersebut, jaksa menuntut hukuman tujuh tahun penjara untuk Tom. Ia juga diwajibkan membayar denda Rp 750 juta atau diganti enam bulan kurungan jika tidak dibayar.
Tom membantah tuduhan tersebut. Ia mengklaim kasus ini bermuatan politis dan menyebut jaksa bertindak pilih kasih dalam menetapkan tersangka.