Fakta Sehari – Agus seorang pria penyandang disabilitas fisik di Nusa Tenggara Barat (NTB), I Wayan Agus Swartama, tengah menghadapi sorotan publik setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pemerkosaan dan kekerasan seksual. Penetapan yang dilakukan oleh Polda NTB ini memicu perdebatan mengenai aspek kemanusiaan dan penerapan hukum.
Menurut penuturan Wayan, peristiwa ini bermula ketika dirinya sedang berjalan kaki mencari makan. Usai makan, ia merasa kelelahan dan mencoba meminta bantuan orang lain untuk mengantarnya pulang, namun permintaan pertamanya tidak direspons.
“Saya sempat minta tolong pada seseorang, tapi dia menolak. Akhirnya, saya meminta bantuan kepada seorang perempuan untuk mengantar saya ke kampus, dan dia bersedia,” cerita Wayan, Sabtu (30/11/2024).
Perempuan tersebut kemudian mengantar Wayan menggunakan sepeda motor. Namun, Wayan mengarahkan perjalanan ke daerah sekitar Islamic Center di Mataram. Setelah berkeliling, mereka akhirnya tiba di sebuah homestay, yang menjadi lokasi dugaan terjadinya kekerasan seksual.
“Dia yang mengajak masuk ke kamar, menutup pintu, bahkan membuka pakaian saya. Saya tidak melawan karena kondisi saya yang tidak memiliki tangan. Kalau saya mencoba melawan, tentu akan memalukan karena pakaian saya sudah terbuka,” jelas Wayan.
Setelah peristiwa itu, perempuan tersebut menghubungi seseorang melalui telepon dan bertemu dua pria di sekitar Islamic Center. Wayan mengaku terkejut ketika dituduh melakukan kekerasan seksual dengan cara hipnotis.
“Saya tidak tahu apa-apa tentang hipnotis. Jika perlu, saya siap diperiksa untuk membuktikan hal itu,” tegasnya.
“Baca Juga: Teh Novi dan Denny Sumargo Laporkan Kasus ke Mensos, Farhat Abbas Ditunggu di Istana”
Kasubdit Reskrimum Bidang Renakta Polda NTB, AKBP Ni Made Pujawati, mengonfirmasi bahwa status tersangka Wayan Agus didasarkan pada dua alat bukti, termasuk kesaksian korban dan barang bukti.
“Proses hukum ini mengikuti Keputusan Kapolda NTB Nomor 738 Tahun 2024 yang mengatur pedoman penanganan penyandang disabilitas yang terlibat dalam masalah hukum. Kami juga memberikan fasilitas khusus melalui program Laditas,” ungkap Pujawati.
Wayan dijerat dengan Pasal 6C dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Pasal tersebut mengatur bahwa tindakan yang memengaruhi korban hingga terpaksa melakukan hubungan seksual tanpa kehendak mereka sudah cukup untuk dikenai sanksi, meskipun tidak ada unsur kekerasan fisik.
“Bukti yang kami kumpulkan menunjukkan adanya pola tindakan serupa terhadap beberapa korban lainnya, yang semakin memperkuat dasar penetapan tersangka,” tambah Pujawati.
Wayan Agus kini menjalani tahanan rumah selama 20 hari sembari menunggu proses hukum lebih lanjut. Ia berharap kasus pemerkosaan ini dapat segera diselesaikan agar dirinya bisa kembali menjalani aktivitas normal dan melanjutkan pendidikan.