MKD DPR Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Sahroni, Uya Kuya, Eko Patrio, dan Nafa Urbach
FaktaSehari – Mahkamah Kehormatan Dewan MKD DPR RI mengambil langkah tegas dengan memutuskan akan menyidangkan dugaan pelanggaran etik terhadap lima anggota dewan nonaktif. Mereka adalah Sahroni dan Nafa Urbach dari Fraksi Nasdem, Adies Kadir dari Fraksi Golkar, serta Uya Kuya dan Eko Patrio dari Fraksi PAN. Ketua MKD DPR RI, Nazaruddin Dek Gam, menyampaikan keputusan ini diambil setelah rapat internal pada Rabu (29/10/2025). Rapat tersebut membahas sejumlah laporan dan surat resmi dari pihak terkait yang diterima MKD. “MKD menyetujui penanganan lanjutan terhadap beberapa anggota DPR RI berstatus nonaktif,” ujar Dek Gam. Langkah ini menjadi bentuk nyata komitmen MKD dalam menjaga marwah parlemen serta memastikan setiap anggota dewan tetap berada dalam jalur etika politik yang benar.
Perkara Etik yang Didaftarkan dan Proses Awal Persidangan
Nazaruddin Dek Gam menjelaskan bahwa perkara dugaan pelanggaran etik telah resmi terdaftar di MKD dengan nomor perkara 39/PP/IX/2025, 41/PP/IX/2025, 42/PP/IX/2025, 44/PP/IX/2025, dan 45/PP/IX/2025. Ia menegaskan seluruh proses hukum etik ini telah sesuai dengan Tata Beracara MKD DPR RI. Sidang akan dimulai dengan tahap registrasi dan pembacaan laporan awal. Jika ditemukan indikasi pelanggaran kuat, maka proses akan berlanjut ke tahap pembuktian. Dalam hal ini, MKD berfungsi bukan hanya sebagai penegak aturan, tetapi juga penjaga moral lembaga DPR. Kasus yang melibatkan figur publik seperti Uya Kuya dan Eko Patrio membuat sorotan publik semakin besar. MKD kini memikul tanggung jawab untuk membuktikan keadilan dan integritas lembaganya di mata masyarakat.
“Baca Juga : KPK Telusuri Aset Satori dalam Kasus Dugaan Korupsi Dana CSR BI-OJK”
Sidang Awal Tanpa Kehadiran Para Terlapor
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, membenarkan bahwa MKD telah menjadwalkan sidang perdana pada Rabu (29/10/2025). Sidang tahap awal ini tidak mewajibkan kehadiran para terlapor. “Ya memang, ini kan sidang awal. Registrasi perkara tidak perlu dihadiri teradu,” ujar Dasco. Tahap ini difokuskan untuk pemeriksaan administratif dan pemaparan laporan awal dari pelapor. Meski tanpa kehadiran kelima anggota nonaktif itu, sidang tetap menjadi langkah penting dalam menentukan arah penanganan berikutnya. Publik kini menanti bagaimana MKD bersikap objektif dan transparan. Terlebih, kasus ini melibatkan nama-nama besar yang dikenal luas di dunia hiburan dan politik nasional.
Latar Belakang Pencabutan Status Aktif Anggota Dewan
Kasus ini berawal dari pernyataan kontroversial beberapa anggota DPR pada akhir Agustus 2025. Ucapan mereka terkait kenaikan tunjangan perumahan anggota dewan dianggap tidak menunjukkan empati terhadap kondisi masyarakat. Reaksi publik pun meluas dan menimbulkan tekanan terhadap partai masing-masing. Akibatnya, Sahroni, Nafa Urbach, Uya Kuya, Eko Patrio, dan Adies Kadir dinonaktifkan oleh fraksi mereka. Langkah itu diambil sebagai bentuk tanggung jawab moral sekaligus meredam gejolak di tengah masyarakat. Namun, keputusan fraksi belum menutup perkara etik tersebut. MKD tetap memiliki kewenangan memeriksa apakah tindakan dan ucapan mereka melanggar kode etik parlemen. Kasus ini menjadi pengingat bahwa posisi sebagai wakil rakyat menuntut tanggung jawab moral yang besar di hadapan publik.
MKD Tegaskan Komitmen terhadap Transparansi dan Keadilan
Ketua MKD, Nazaruddin Dek Gam, menegaskan bahwa lembaganya akan menjalankan tugas secara profesional dan tidak pandang bulu. “Rapat ditutup dengan penegasan bahwa MKD akan terus menjalankan tugas konstitusionalnya,” katanya. Ia menambahkan, setiap keputusan akan diambil secara kolektif dan berdasarkan bukti yang valid, bukan tekanan publik. Langkah ini diharapkan dapat memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap DPR, yang belakangan sering disorot karena perilaku anggotanya. MKD berkomitmen memastikan proses berjalan adil bagi semua pihak. Di tengah banyaknya kritik terhadap integritas politik, MKD berupaya menunjukkan bahwa DPR masih memiliki mekanisme internal untuk menjaga disiplin dan akuntabilitas moral anggotanya.
Sorotan Publik dan Tantangan Etika Politik di Era Modern
Kasus yang menimpa kelima anggota DPR ini bukan sekadar persoalan hukum etik, tetapi juga ujian moral politik di era keterbukaan. Masyarakat kini lebih kritis terhadap sikap pejabat publik, terutama yang dinilai tidak sensitif terhadap kondisi sosial. Di era media sosial, setiap pernyataan dan tindakan mudah menjadi viral dan menciptakan persepsi luas. Figur seperti Uya Kuya dan Eko Patrio yang sebelumnya dikenal di dunia hiburan kini menghadapi ujian besar dalam menjaga reputasi politik mereka. MKD harus menyeimbangkan antara penegakan hukum etik dan menjaga citra parlemen. Keputusan sidang nanti akan menjadi tolok ukur seberapa serius DPR menegakkan etika politik di tengah tuntutan transparansi publik yang semakin tinggi.
Langkah Lanjutan dan Harapan Publik terhadap MKD
Publik kini menunggu kelanjutan sidang etik yang akan digelar dalam waktu dekat. Jika ditemukan bukti kuat, MKD memiliki kewenangan memberikan sanksi mulai dari teguran tertulis hingga pemberhentian sementara. Masyarakat berharap proses ini tidak hanya bersifat administratif, tetapi juga menjadi momentum untuk memperkuat akuntabilitas politik di lembaga DPR. Keputusan terhadap Sahroni, Uya Kuya, Eko Patrio, Nafa Urbach, dan Adies Kadir akan menjadi preseden penting bagi masa depan disiplin etik anggota dewan. Dalam situasi di mana kepercayaan publik terhadap parlemen sedang menurun, MKD memiliki peran strategis untuk mengembalikan marwah DPR sebagai lembaga yang layak dihormati karena integritas dan tanggung jawab moralnya, bukan sekadar kewenangan politik.


