Fadli Zon Sebut Raffles sebagai “Perampok Budaya” Indonesia
FaktaSehari – Menteri Kebudayaan (Menbud) RI, Fadli Zon, melontarkan kritik tajam terhadap Thomas Stamford Raffles, tokoh Inggris yang pernah memimpin Hindia Belanda pada awal abad ke-19. Fadli menyebut Raffles sebagai “perampok budaya” karena diduga membawa kabur banyak artefak penting dari Nusantara, khususnya saat peristiwa penyerbuan Keraton Yogyakarta tahun 1812.
Dalam Taklimat Media Pengembalian Fosil Koleksi Eugene Dubois di Museum Nasional, Jakarta Pusat, Kamis (2/10/2025), Fadli mengungkapkan betapa besar kerugian yang dialami bangsa Indonesia akibat tindakan Raffles kala itu.
“Raffles ini ya perampok budaya yang luar biasa, kalau boleh disebut begitu. Pada Geger Sepehi 1812, ia merampok Keraton Yogyakarta dengan masif,” ujar Fadli.
Dua Prasasti Penting yang Hilang
Menurut Fadli, ada dua prasasti bernilai sejarah tinggi yang diambil pada masa Raffles, yaitu Prasasti Pucangan dan Prasasti Sangguran.
- Prasasti Pucangan, yang menceritakan silsilah Raja Airlangga, kini berada di India.
- Prasasti Sangguran, peninggalan penting lainnya, disimpan di Skotlandia.
Fadli menegaskan bahwa pemerintah Indonesia bersama India telah membuka pembicaraan soal repatriasi Prasasti Pucangan, meski hingga kini belum mencapai kesepakatan. Upaya serupa juga dilakukan untuk mengembalikan Prasasti Sangguran.
“Baca Juga : Turis China Dipuji Usai Selamatkan Wanita Tenggelam di Jepang”
Artefak Nusantara di British Museum
Selain prasasti, Raffles juga membawa banyak artefak lain dari Indonesia. Beberapa di antaranya kini tersimpan di British Museum. Bahkan, menurut catatan sejarah, harta budaya hasil penjarahan dari Keraton Yogyakarta pernah diangkut menggunakan empat kapal.
“Dulu Raffles itu mengambil dalam Geger Sepehi sampai empat kapal. Dua kapal memang tenggelam, tapi dua lainnya berhasil dibawa ke Belanda. Benda-benda itu kemudian banyak yang tersimpan di Inggris,” jelas Fadli.
Upaya Pemerintah untuk Repatriasi
Fadli menegaskan pemerintah Indonesia kini sedang mengupayakan pemulangan benda-benda bersejarah tersebut. Repatriasi dianggap penting bukan hanya untuk mengembalikan warisan budaya, tetapi juga sebagai bentuk penghormatan terhadap sejarah bangsa.
“Inggris ini banyak sekali mengambil benda koleksi kita secara tidak sah, terutama pada tahun 1812 di era Raffles. Tugas kita sekarang adalah mengusahakan pemulangannya,” tegasnya.
“Simak Juga : Keracunan Massal MBG di China: 247 Siswa TK Jadi Korban Timbal”
Mengembalikan Marwah Sejarah
Kasus hilangnya artefak berharga ini menunjukkan betapa panjang perjuangan bangsa Indonesia dalam merawat warisan sejarahnya. Pemerintah berharap proses repatriasi bisa menjadi jalan untuk mengembalikan marwah budaya bangsa sekaligus memperkuat identitas nasional di mata dunia.
Seperti disampaikan Fadli Zon, pengembalian artefak bukan hanya perkara diplomasi, tetapi juga bentuk keadilan sejarah.