Fakta Sehari – Sosial media kembali dihebohkan dengan sebuah insiden yang melibatkan presenter kondang Aviani Malik saat acara Debat Publik Pilkada Tangerang Selatan (Tangsel) pada tanggal 14 November 2024. Insiden tersebut menjadi viral setelah Aviani Malik, yang bertugas sebagai moderator, menerima perlakuan tidak pantas berupa catcalling dari salah seorang peserta debat. Peristiwa ini langsung menuai perhatian publik, mengundang kritik, serta mengangkat kembali permasalahan kekerasan verbal terhadap perempuan di ruang publik.
Catcalling adalah salah satu bentuk kekerasan verbal yang sering terjadi di ruang publik, yang dapat berupa pujian tidak sopan, ejekan, atau panggilan yang tidak pantas. Meski sering dianggap sepele, dampak dari catcalling ini cukup besar bagi korban, terutama bagi perempuan. Panggilan yang tidak pantas atau pernyataan seksis dapat merusak rasa aman dan kepercayaan diri korban. Serta menurunkan kualitas interaksi sosial mereka.
Catcalling sering kali dianggap sebagai bentuk pelecehan ringan. Namun sebenarnya merupakan bentuk diskriminasi yang dapat berkontribusi pada budaya misogini dalam masyarakat. Melalui insiden yang menimpa Aviani Malik, masyarakat diingatkan kembali bahwa setiap individu. Khususnya perempuan, berhak untuk dihormati tanpa diganggu dengan komentar atau tindakan yang merendahkan.
“Baca Juga: KUR atau Pinjol? Agar Lebih Aman, Simak Rekomendasinya”
Debat Pilkada Tangsel yang disiarkan langsung di berbagai platform media ini diikuti oleh para calon kepala daerah yang akan berlaga dalam Pemilihan Kepala Daerah Tangsel yang akan datang. Aviani Malik, yang dikenal sebagai presenter dan jurnalis profesional, ditunjuk untuk memoderasi acara ini. Dalam perannya sebagai moderator, Aviani memandu jalannya debat dan memastikan jalannya diskusi tetap objektif.
Namun, ketika debat berlangsung, seorang calon yang hadir di acara tersebut membuat sebuah komentar yang tidak pantas. Saat tengah memberikan tanggapan kepada salah satu peserta debat, calon kepala daerah tersebut secara tiba-tiba memanggil Aviani Malik dengan sebutan “Baby”. Kalimat tersebut terdengar jelas dalam rekaman acara dan menjadi sorotan publik. Tidak hanya mengganggu jalannya acara, catcalling tersebut juga mencerminkan kurangnya rasa hormat terhadap profesi dan peran perempuan dalam kegiatan publik.
Panggilan “Baby” ini disertai dengan ekspresi yang tidak sopan, yang memicu reaksi cepat dari banyak penonton yang menyaksikan debat tersebut. Reaksi tersebut bukan hanya datang dari warga Tangsel yang hadir di tempat, tetapi juga dari masyarakat luas yang langsung menyuarakan kecaman terhadap perilaku yang dianggap merendahkan dan seksis.
Aviani Malik, yang terlihat kaget dengan insiden tersebut, berusaha untuk tetap profesional dan tidak terprovokasi. Dalam sebuah postingan di akun media sosialnya, ia mengungkapkan perasaan kecewa dan terkejut atas perlakuan yang diterimanya. Ia menulis, “Sebagai moderator, saya mencoba untuk tetap menjaga profesionalisme dan objektivitas. Tetapi ketika Anda dipanggil dengan sebutan seperti itu di depan publik, rasanya sulit untuk tidak merasa dihina.”
Pernyataan Aviani langsung mendapat dukungan dari berbagai kalangan, baik dari rekan sesama jurnalis maupun masyarakat umum. Banyak netizen yang mengutuk perilaku tidak pantas tersebut dan menyerukan agar kejadian seperti ini tidak lagi terulang. Terutama di ruang-ruang publik yang seharusnya menunjukkan rasa hormat dan profesionalisme.
Tidak hanya itu, berbagai organisasi yang memperjuangkan hak-hak perempuan, termasuk Komnas Perempuan, juga ikut angkat bicara mengenai insiden ini. Mereka menilai bahwa catcalling adalah bentuk kekerasan verbal yang sering kali diabaikan, meskipun berdampak besar pada kesehatan mental dan rasa aman perempuan. “Perlakuan seperti ini seharusnya tidak dianggap enteng. Ini adalah bentuk kekerasan yang sudah seharusnya diberantas,” ujar salah satu perwakilan Komnas Perempuan dalam sebuah konferensi pers.
“Simak Juga: Cara Menghasilkan Uang Rp250.000 dari Aplikasi Cair Hitungan Menit”
Insiden catcalling yang dialami Aviani Malik juga menyoroti budaya patriarki yang masih kuat dalam masyarakat Indonesia, terutama dalam konteks politik dan pemerintahan. Banyak pihak menilai bahwa tindakan tersebut bukan hanya merendahkan Aviani sebagai seorang perempuan. Tetapi juga mengurangi citra calon yang terlibat dalam debat tersebut.
Beberapa pihak menganggap bahwa sikap peserta debat yang tidak menghargai moderator dan sesama peserta debat adalah sebuah indikator dari kurangnya keseriusan dalam berpolitik. “Bagaimana mereka bisa dipercaya untuk memimpin jika mereka tidak bisa menghargai seorang perempuan dalam peran profesionalnya?” ujar seorang pengamat politik dalam sebuah wawancara.
Tentu saja, berbagai kalangan mengharapkan agar para calon pemimpin daerah dapat menunjukkan sikap yang lebih dewasa dan bijaksana dalam berinteraksi. Baik dengan sesama peserta debat maupun dengan pihak lain yang terlibat dalam proses demokrasi ini. Catcalling, yang jelas tidak sesuai dengan norma kesopanan, hanya akan memperburuk citra seorang calon pemimpin.
Dengan kejadian ini, diharapkan bahwa bukan hanya para calon kepala daerah. Tetapi juga masyarakat umum, dapat lebih peka dan bijaksana dalam bertindak, serta memahami bahwa setiap orang berhak mendapat perlakuan yang sama dan saling menghargai. Terutama dalam acara yang melibatkan banyak pihak seperti debat publik ini.
Sebagai penutup, kejadian ini harus menjadi titik balik bagi kita semua untuk bersama-sama melawan kekerasan verbal dan diskriminasi yang masih terjadi di banyak aspek kehidupan.