Bayi Prematur Sangat Rentan Terhadap Infeksi RSV: Penjelasan Dokter dan Upaya Perlindungan
FaktaSehari – Bayi prematur kerap memasuki dunia dengan perjuangan yang lebih berat, terutama karena paru-paru mereka belum matang saat lahir. Dalam banyak kasus, mereka juga belum sempat menerima antibodi pelindung dari ibu secara optimal. Kondisi ini menjadikan mereka jauh lebih rentan terhadap infeksi pernapasan seperti RSV, yang dapat berkembang cepat dan menyebabkan gangguan serius. Prof. Rinawati Rohsiswatmo menjelaskan bahwa bayi prematur memiliki risiko dua hingga tiga kali lebih besar dirawat di rumah sakit akibat RSV pada tahun pertama kehidupannya. Situasi ini tidak hanya mencemaskan secara medis, tetapi juga emosional bagi keluarga yang harus terus waspada. Karena itu, memahami bagaimana RSV menyerang dan mengapa bayi prematur begitu sensitif menjadi langkah penting untuk melindungi mereka sejak awal.
Mengapa RSV Berbahaya bagi Bayi Kecil
RSV sering kali tampak seperti flu biasa pada awalnya, tetapi pada bayi prematur, virus ini dapat berubah menjadi ancaman serius dalam waktu singkat. Virus tersebut menyebabkan peradangan pada bronkiolus, saluran udara kecil yang sangat rapuh. Ketika peradangan muncul, lendir kental terbentuk dan menyumbat saluran yang sudah sempit sejak awal. Akibatnya, bayi bisa mengalami kesulitan bernapas, kekurangan oksigen, bahkan henti napas dalam kasus berat. Prof. Cissy Rachiana Sudjana Prawira menyebut bahwa RSV berkontribusi pada 60–80 persen kasus bronkiolitis dan hingga 30 persen pneumonia pada bayi. Anak di bawah enam bulan adalah kelompok yang paling sering terkena. Semua ini membuat RSV bukan sekadar penyakit musiman, melainkan ancaman yang perlu dipahami dan diwaspadai setiap orang tua.
Gejala yang Sering Disalahartikan
Banyak orang tua mengira gejala awal RSV hanyalah flu biasa karena ditandai pilek, bersin, dan batuk ringan. Namun transisinya dapat berlangsung sangat cepat. Dalam hitungan hari, bayi dapat menunjukkan tanda napas cepat, tarikan dinding dada, kesulitan menyusu, atau tampak sangat lemas. Pada bayi prematur, kondisi ini dapat berkembang lebih berat karena paru-paru yang belum matang tidak mampu mengimbangi peradangan yang terjadi. Prof. Cissy menegaskan bahwa infeksi RSV yang memburuk dapat meninggalkan dampak jangka panjang, termasuk risiko asma, mengi kronis, dan penurunan fungsi paru saat anak tumbuh besar. Kesalahpahaman gejala awal sering membuat penanganan terlambat, sehingga edukasi menjadi hal yang sangat penting untuk mencegah kondisi semakin parah.
Dampak Jangka Pendek dan Panjang yang Harus Diwaspadai
Infeksi RSV pada bayi prematur bukan hanya tentang masa sakit yang berlangsung singkat. Dalam jangka pendek, bayi dapat mengalami sesak napas parah hingga membutuhkan perawatan intensif atau ICU. Kondisi ini tentu sangat menguras emosi orang tua yang harus melihat anaknya berjuang di ruang perawatan. Namun dampak jangka panjangnya tidak kalah berat. Penelitian menunjukkan bahwa kerusakan saluran napas selama infeksi RSV dapat menyebabkan saluran menjadi lebih sempit, meningkatkan risiko asma dan infeksi berulang. Prof. Cissy menjelaskan bahwa tidak semua virus menimbulkan kerusakan jangka panjang seperti ini, tetapi RSV memiliki kemampuan tersebut. Karena itu, mencegah lebih baik daripada menunggu hingga infeksi terjadi dan meninggalkan jejak berkepanjangan.
Pencegahan Melalui Antibodi Monoklonal
Untuk melindungi bayi prematur, salah satu langkah yang direkomendasikan adalah pemberian antibodi monoklonal seperti Palivizumab. Terapi ini telah digunakan lebih dari 20 tahun di berbagai negara dan terbukti membantu menurunkan risiko rawat inap. Prof. Rinawati menyebut bahwa antibodi ini bekerja seperti perisai sementara, memberikan perlindungan yang bayi prematur belum sempat dapatkan dari ibu. Di beberapa negara, terapi ini bahkan diberikan secara gratis karena dianggap sangat penting. Selain itu, Palivizumab dapat menurunkan rawat inap hingga 50 persen dan mengurangi kebutuhan oksigen hingga 73 persen, menurut dr. Feddy dari AstraZeneca Indonesia. Ini menjadi harapan besar bagi keluarga yang ingin memberikan perlindungan optimal di masa-masa awal kehidupan anak.
“Simak Juga : Saat Empati Anak Mulai Tumpul: Bahaya Konten Kekerasan di Era Digital”
Peran Orang Tua dalam Mencegah Penularan
Selain terapi medis, perilaku hidup bersih dan sehat tetap menjadi benteng utama dalam mencegah penyebaran RSV. Prof. Rinawati menekankan pentingnya mencuci tangan dengan sabun, menjaga kebersihan rumah, memastikan sirkulasi udara baik, serta menghindari bayi dari orang yang sedang sakit. Bayi prematur membutuhkan lingkungan yang aman dan bersih karena sedikit paparan penyakit saja dapat berdampak besar. Orang tua juga perlu membatasi aktivitas di tempat ramai, terutama pada musim puncak infeksi. Tindakan sederhana seperti membersihkan permukaan rumah dan memastikan anggota keluarga sehat sebelum menyentuh bayi dapat membuat perbedaan besar. Pencegahan ini tidak hanya melindungi kesehatan bayi, tetapi juga memberikan rasa tenang bagi keluarga.
Menguatkan Harapan Keluarga Lewat Edukasi
Edukasi tentang RSV menjadi semakin penting karena banyak orang tua belum memahami seberapa cepat virus ini berkembang. Acara edukasi seperti yang digelar AstraZeneca Indonesia membantu membuka mata publik bahwa bayi prematur memerlukan perlindungan ekstra. Dengan informasi yang tepat, orang tua dapat mengenali gejala lebih awal, berkonsultasi lebih cepat, dan mengambil langkah pencegahan yang sesuai. Setiap pengetahuan yang dibagikan menjadi bagian dari upaya menyelamatkan anak-anak yang berada dalam kelompok risiko tinggi. Di balik setiap edukasi, ada harapan baru bagi keluarga yang ingin memberikan awal kehidupan yang lebih aman untuk buah hati mereka.


