Fakta Sehari – Kabar mengenai kebangkitan COVID-19 di India kembali membuat dunia waspada. Lonjakan kasus terjadi secara tiba-tiba dan meluas. Rumah sakit di beberapa kota besar kembali dipenuhi pasien. Masyarakat kembali memakai masker dan menjaga jarak di tempat umum. Pemerintah daerah memberlakukan pembatasan mobilitas secara bertahap. Situasi ini mengingatkan pada awal pandemi tahun 2020 yang mencekam. Banyak yang bertanya-tanya apa sebenarnya penyebab lonjakan ini. Padahal sebelumnya kasus sempat landai dan vaksinasi berlangsung masif. Para ahli mulai menganalisis kemungkinan-kemungkinan penyebab. Termasuk varian baru virus dan menurunnya kekebalan kelompok. Selain itu, kebijakan longgar dan kerumunan massal juga disorot. Lonjakan ini tak hanya berdampak pada kesehatan masyarakat, tetapi juga ekonomi dan stabilitas sosial. India kembali berada di bawah bayang-bayang krisis kesehatan publik.
“Baca Juga : WHO Ungkap Wabah Misterius di RD Kongo Berawal dari Makan Kelelawar”
Salah satu penyebab utama lonjakan ini adalah varian virus yang bermutasi. Varian baru bernama KP.2 diduga menjadi penyebab melonjaknya kasus. Varian ini lebih menular daripada varian Omicron sebelumnya. Beberapa gejala yang ditimbulkan juga lebih cepat muncul. Penularan dari orang ke orang terjadi hanya dalam hitungan jam. Bahkan pada kontak singkat di ruang tertutup. Para ilmuwan menyebut varian ini memiliki kemampuan lolos dari antibodi lama. Artinya, meski sudah divaksin, seseorang tetap bisa tertular. Di beberapa kota besar seperti Delhi dan Mumbai, tingkat positif mencapai angka 25 persen. Ini mengindikasikan penyebaran virus terjadi secara luas. Pemerintah India telah mengirim sampel virus ke laboratorium internasional. Tujuannya untuk mempelajari lebih dalam sifat mutasi tersebut. Karena mutasi ini bisa menjadi ancaman global jika tak dikendalikan sejak awal.
Faktor lain yang menyebabkan lonjakan adalah melemahnya kekebalan tubuh masyarakat. Banyak warga India menerima dosis vaksin terakhir lebih dari satu tahun lalu. Antibodi dari vaksin tersebut mulai menurun seiring waktu. Ini membuat tubuh lebih rentan terhadap infeksi ulang. Apalagi varian baru memiliki mekanisme serangan yang berbeda. Imunitas alami pun tak selalu cukup untuk mencegah gejala berat. Beberapa orang yang sebelumnya sudah terinfeksi kembali tertular. Bahkan sebagian mengalami gejala lebih parah dari infeksi pertama. Pemerintah sudah mulai mendistribusikan booster tambahan. Namun distribusi tidak merata dan kesadaran publik masih rendah. Di daerah pedesaan, banyak yang menganggap COVID-19 sudah selesai. Mereka enggan divaksin ulang dan tak lagi patuh protokol. Padahal ketidakpatuhan inilah yang memperbesar peluang penyebaran.
“Simak juga: Indonesia-China: Memperkuat Sinergi Teknologi di Sektor Energi dan Infrastruktur”
Seiring membaiknya situasi beberapa bulan terakhir, banyak aturan dicabut. Acara massal seperti festival, konser, dan kampanye politik kembali digelar. Ribuan orang berkumpul tanpa masker dan tanpa jarak. Ini menciptakan kondisi ideal bagi penyebaran virus. Salah satu acara keagamaan di Uttar Pradesh dihadiri lebih dari satu juta orang. Setelah acara itu, kasus melonjak drastis di wilayah sekitarnya. Pemerintah sempat mengabaikan peringatan pakar kesehatan. Mereka lebih fokus pada pemulihan ekonomi dan stabilitas politik. Hal ini memperburuk situasi ketika virus mulai menyebar. Kini, aturan mulai diketatkan lagi. Tapi masyarakat sudah merasa jenuh dan menolak pembatasan baru. Ketidakselarasan antara kebijakan dan kesadaran publik menimbulkan dilema. Pemerintah harus bekerja keras mengembalikan kepercayaan dan disiplin masyarakat.
Lonjakan kasus membuat fasilitas kesehatan kembali kewalahan. Di beberapa rumah sakit rujukan, tempat tidur penuh dalam dua hari. Persediaan oksigen dan obat antivirus mulai menipis. Tenaga kesehatan bekerja dalam tekanan tinggi dan kelelahan. Banyak di antara mereka kembali terinfeksi karena paparan berulang. Pemerintah berusaha menambah kapasitas darurat. Tenda medis didirikan di lapangan dan stadion olahraga. Tapi ini hanya solusi sementara dan belum cukup memenuhi kebutuhan. Beberapa pasien terpaksa ditolak karena kekurangan ruang. Di media sosial, keluhan tentang lambatnya penanganan mulai bermunculan. Banyak keluarga pasien merasa frustrasi karena harus menunggu berjam-jam. Sistem kesehatan India kembali diuji setelah sempat pulih. Situasi ini mengingatkan pada krisis besar yang terjadi pada gelombang kedua tahun 2021.
Kebangkitan COVID-19 di India menarik perhatian komunitas internasional. Beberapa negara mulai memberlakukan pembatasan perjalanan dari dan ke India. Bandara melakukan tes ketat terhadap penumpang asal India. Organisasi Kesehatan Dunia mengirim tim pengamat untuk memantau situasi. Negara tetangga seperti Nepal dan Bangladesh juga meningkatkan kewaspadaan. Mereka takut virus menyebar lintas perbatasan dalam waktu singkat. Beberapa perusahaan multinasional menunda aktivitas bisnis di India. Kegiatan ekspor-impor juga mulai terdampak karena gangguan logistik. Dunia tak ingin mengulang krisis global seperti awal pandemi dulu. Oleh karena itu, kerja sama lintas negara menjadi sangat penting. India diminta transparan dalam pelaporan data dan varian baru. Negara-negara lain juga diminta membantu dalam bentuk vaksin dan alat medis. Lonjakan di India menjadi pengingat bahwa pandemi belum sepenuhnya usai.