Hipertensi Paru: Penyakit Mematikan yang Sering Tak Disadari

Hipertensi Paru: Penyakit Mematikan yang Sering Tak Disadari

FaktaSehariHipertensi paru sering muncul tanpa tanda yang jelas, sehingga banyak orang tidak menyadari bahwa mereka sedang menghadapi penyakit serius. Gejalanya kerap dianggap sepele, seperti mudah lelah, napas terengah setelah aktivitas ringan, atau jantung yang berdebar tanpa sebab. Karena tampak seperti keluhan harian, banyak pasien tidak merasa perlu memeriksakan diri. Namun, perlahan kondisi ini memburuk dan mulai memengaruhi fungsi jantung. Banyak pasien baru memahami ancaman sebenarnya ketika tubuh mereka tak lagi mampu mengikuti ritme hidup normal. Transisi dari sehat menuju sakit terjadi begitu halus hingga terasa mengejutkan. Cerita-cerita seperti ini menggambarkan bagaimana hipertensi paru dapat menyusup ke kehidupan seseorang tanpa tanda yang mencolok, hingga akhirnya membuat mereka harus menghadapi kenyataan bahwa penyakit tersebut sudah berada pada tahap lanjut dan sulit ditangani.

Bagaimana Tekanan Tinggi di Paru Mengganggu Jantung

Menurut dr. Harry Sakti Muliawan, hipertensi paru muncul ketika tekanan darah di pembuluh menuju paru-paru meningkat, sehingga jantung kanan harus bekerja jauh lebih keras. Pembuluh darah yang seharusnya mengalirkan darah menjadi menyempit dan menebal, membuat aliran semakin berat. Akibatnya, jantung kanan perlahan membengkak karena beban yang terus meningkat. Situasi ini berbeda dengan hipertensi biasa yang mudah diukur dengan alat tensi. Untuk mengetahui tekanan pada pembuluh paru, dokter membutuhkan pemeriksaan khusus yang tidak selalu tersedia. Transisi dari kondisi awal menuju kerusakan jantung pun berjalan perlahan, tetapi pasti. Inilah alasan mengapa hipertensi paru menjadi penyakit yang begitu berbahaya: ia menyerang diam-diam, namun dampaknya sangat besar. Banyak pasien baru memahami kondisinya setelah jantung mulai menunjukkan tanda kelelahan.

“Baca Juga : Kapan Scaling Gigi Ditanggung BPJS? Ini Penjelasan Lengkap dan Hangat untuk Peserta JKN”

Gejala yang Sering Disalahartikan dengan Penyakit Lain

Salah satu penyebab utama keterlambatan diagnosis adalah gejala yang mirip dengan banyak penyakit lain, termasuk asma, gangguan jantung, bahkan TBC. Pasien sering datang dengan keluhan sesak napas, mudah lelah, nyeri dada, atau pembengkakan kaki, yang semuanya dapat membingungkan tenaga medis. Tidak jarang mereka juga mengalami batuk darah atau kebiruan ketika kadar oksigen menurun drastis. Karena keluhannya tidak khas, banyak pasien melewati bertahun-tahun tanpa mendapat pengobatan yang tepat. Transisi waktu tersebut membuat kondisi memburuk dan jantung semakin tertekan. Menurut dr. Harry, salah diagnosis bukan hanya terjadi di Indonesia tetapi di seluruh dunia. Banyak pasien akhirnya menjalani pengobatan yang tidak sesuai, sambil berharap gejala membaik padahal penyakitnya terus berkembang tanpa henti.

Tantangan Diagnosis yang Memakan Waktu Bertahun-Tahun

Butuh waktu panjang bagi banyak pasien untuk mencapai diagnosis pasti. Di Indonesia, hipertensi paru kerap keliru dinilai sebagai TBC, sehingga pasien menjalani pemeriksaan dan pengobatan yang tidak relevan. Sementara itu, penyakit terus berkembang dan saturasi oksigen perlahan menurun. Di Eropa, proses diagnosis bisa mencapai 15 bulan, dan di Amerika Serikat bahkan dapat berlangsung hingga dua tahun. Ketua YPHI, Arni Rismayanti, menjelaskan bahwa banyak pasien menghabiskan waktu bertahun-tahun merasakan kondisi tubuh yang “tidak beres” tanpa mengetahui penyebabnya. Mereka datang dalam keadaan lelah, bingung, dan emosional karena merasa tidak pernah mendapat jawaban pasti. Transisi panjang menuju diagnosis ini membuat banyak dari mereka kehilangan waktu penting untuk mengendalikan penyakit dan menjaga fungsi jantung tetap stabil.

Siapa Saja yang Rentan dan Mengapa Penyakit Ini Berbahaya

Hipertensi paru dapat menyerang siapa pun, termasuk anak-anak, meski kasusnya lebih sering ditemukan pada perempuan. Mereka yang memiliki riwayat penyakit jantung bawaan juga berada dalam kelompok risiko tinggi. Perjalanan penyakit yang panjang dan gejala yang samar membuatnya semakin berbahaya. Banyak pasien menghabiskan waktu bertahun-tahun tanpa mengetahui bahwa tekanan tinggi di pembuluh paru sedang merusak organ vital mereka. Transisi dari aktivitas normal ke kondisi berat terasa begitu cepat ketika jantung sudah mulai gagal menjalankan tugasnya. Kesadaran tentang kelompok risiko ini sangat penting agar masyarakat lebih waspada. Dengan mengenali siapa saja yang rentan, peluang untuk mendeteksi penyakit lebih awal menjadi lebih besar, dan kesempatan untuk mendapatkan terapi yang tepat pun terbuka lebih luas.

“Simak Juga : Risiko Kehamilan Usia Dini yang Sering Diabaikan”

Keterbatasan Obat dan Akses Pengobatan di Indonesia

Meskipun pengetahuan tentang hipertensi paru semakin berkembang, akses terhadap pengobatan di Indonesia masih sangat terbatas. Dari 15 jenis obat hipertensi paru yang tersedia secara global, hanya 5 yang ada di Indonesia, dan hanya 2 yang ditanggung oleh sistem jaminan kesehatan nasional. Kondisi ini membuat banyak pasien harus berjuang keras untuk mendapatkan terapi yang sesuai. Transisi dari harapan menuju kenyataan sering kali terasa berat ketika mereka mengetahui bahwa obat yang dibutuhkan tidak mudah didapat. Bagi banyak keluarga, beban biaya menjadi tantangan tambahan. Keterbatasan ini menunjukkan bahwa perjuangan melawan hipertensi paru tidak hanya berlangsung di ruang perawatan, tetapi juga dalam memperjuangkan akses kesehatan yang adil. Meski begitu, komunitas pasien dan tenaga medis terus mendorong perubahan agar lebih banyak nyawa dapat diselamatkan.

Mengapa Edukasi Publik Sangat Penting untuk Masa Depan Pasien

Kurangnya pengetahuan tentang hipertensi paru menjadi salah satu alasan utama banyak pasien datang terlambat. Edukasi publik berperan besar dalam membantu masyarakat mengenali gejala dan memahami risiko penyakit ini. Kampanye dari YPHI, MSD Indonesia, serta komunitas kesehatan lainnya memberikan harapan baru. Transisi informasi dari ruang medis ke masyarakat umum menjadi kunci untuk mendorong deteksi dini. Ketika lebih banyak orang memahami bahwa lelah berlebihan atau sesak napas bukan sekadar kelelahan biasa, peluang untuk menyelamatkan nyawa meningkat. Edukasi ini juga membantu pasien merasa tidak sendirian, karena mereka menemukan jejaring dukungan yang memahami perjalanan emosional dan fisik mereka. Dengan pengetahuan yang tepat, masyarakat dapat bergerak lebih cepat, lebih berani, dan lebih sadar dalam menjaga kesehatan jantung dan paru mereka.