Fakta Sehari – Dalam beberapa pekan terakhir, Fahira Idris gencar mengampanyekan pentingnya donor darah bagi masyarakat Indonesia. Senator DPD RI tersebut menyuarakan pesan kemanusiaan ini melalui berbagai media, termasuk platform digital. Kegiatan kampanye donor darah ini tak hanya menyasar kalangan umum, tapi juga menargetkan kelompok muda. Banyak yang bertanya-tanya, bagaimana sebenarnya respons kalangan milenial terhadap ajakan tersebut. Apakah mereka antusias, atau justru mengabaikannya seperti isu sosial lainnya yang kerap tenggelam di tengah hiruk pikuk dunia digital?
Fahira menyatakan bahwa donor darah tidak boleh menjadi tugas PMI semata. Menurutnya, kesadaran masyarakat luas harus dibangun agar pasokan darah nasional tetap aman. Ia juga menyoroti bahwa kebutuhan darah di Indonesia masih jauh dari ideal. Karena itu, partisipasi aktif masyarakat menjadi penting. Ia menyebut bahwa donor darah adalah bentuk nyata kepedulian terhadap sesama. Tidak hanya saat bencana atau kejadian besar, namun juga dalam situasi sehari-hari. Untuk itu, ia berharap lebih banyak individu rela menjadi pendonor rutin.
“Baca Juga : Ilmuwan BRIN Umumkan Penemuan Spesies Baru Kumbang Kura-kura di Sulawesi”
Untuk menarik perhatian milenial, Fahira tidak hanya mengandalkan pendekatan konvensional. Ia aktif memanfaatkan media sosial seperti Instagram, TikTok, dan X (sebelumnya Twitter). Dalam unggahan-unggahannya, ia memadukan pesan moral dengan konten visual menarik. Terkadang ia juga menggandeng influencer dan tokoh muda yang memiliki pengaruh besar di dunia maya. Strategi ini dinilai cukup berhasil karena beberapa kampanye donor darah sempat viral. Hashtag seperti #DonorItuKeren dan #DarahUntukHidup mulai digunakan oleh anak-anak muda secara organik.
Respons dari kalangan milenial pun terbilang beragam. Ada yang mengaku baru tahu bahwa donor darah bisa dilakukan tiap tiga bulan. Ada juga yang merasa takut jarum suntik sehingga enggan mencobanya. Namun sebagian besar milenial justru merasa tertantang untuk mencoba karena melihat teman-teman mereka ikut berpartisipasi. Kekuatan peer influence menjadi kunci utama dalam membangun minat mereka. Beberapa bahkan mengunggah pengalaman pertamanya donor darah sebagai bentuk pencapaian sosial.
“Simak juga: Makanan yang Efektif Cegah Stroke Sejak Dini”
Selain individu, banyak komunitas anak muda yang ikut andil dalam gerakan ini. Komunitas kampus, organisasi pemuda, bahkan komunitas kreatif mulai rutin mengadakan acara donor darah. Mereka bekerja sama dengan rumah sakit atau PMI setempat. Acara-acara ini biasanya dikemas secara menarik, lengkap dengan hiburan musik atau bazar makanan. Dengan cara ini, donor darah tidak lagi terlihat menyeramkan atau membosankan. Justru menjadi pengalaman sosial yang menyenangkan dan bermakna bagi generasi muda.
Meski banyak yang tertarik, tantangan tetap ada. Rasa takut terhadap jarum suntik masih menjadi alasan utama milenial menolak donor darah. Selain itu, ada juga yang merasa tidak cukup sehat atau takut pingsan setelah donor. Fahira dan timnya menyadari hal ini dan terus memberikan edukasi secara konsisten. Mereka menjelaskan bahwa donor darah aman, cepat, dan bahkan bermanfaat bagi kesehatan. Melalui video edukatif dan testimoni pendonor, stigma negatif perlahan mulai terkikis.