Fakta Sehari – Banyak orang tua menganggap antibiotik sebagai solusi cepat saat anak sakit. Namun, pandangan ini tidak selalu benar. Antibiotik memang berfungsi membunuh bakteri penyebab infeksi. Tetapi penggunaannya yang tidak tepat bisa membahayakan kesehatan anak. Dokter anak menyarankan agar obat ini digunakan dengan hati-hati. Terutama pada anak-anak yang sistem imunnya masih berkembang. Pemakaian tanpa indikasi yang jelas bisa menimbulkan resistensi. Bahkan bisa merusak mikrobiota alami dalam tubuh anak. Penggunaan yang salah juga memicu efek samping seperti diare atau alergi. Oleh karena itu, penting untuk memahami risikonya lebih dalam.
Salah satu alasan utama antibiotik harus digunakan dengan hati-hati adalah risiko resistensi. Ketika digunakan berlebihan, bakteri bisa beradaptasi. Mereka menjadi kebal terhadap obat tersebut. Akibatnya, infeksi yang sama sulit diobati di masa depan. Anak-anak yang sering diberi tanpa resep dokter lebih rentan. Studi menunjukkan resistensi bisa muncul bahkan setelah satu kali penggunaan. Hal ini menjadi masalah serius dalam dunia kesehatan. Banyak kasus infeksi yang tadinya ringan berubah menjadi parah. Semua itu karena tidak lagi bekerja efektif. WHO bahkan menyebut resistensi sebagai ancaman global. Orang tua harus lebih bijak dalam pemberian obat.
“Baca Juga : Android Terkunci 3 Hari? Siap-Siap Restart Otomatis”
Banyak kasus penyakit anak disebabkan oleh virus, bukan bakteri. Seperti flu, batuk pilek, atau radang tenggorokan ringan. Dalam kasus ini, tidak akan membantu. Malah bisa memperburuk kondisi tubuh anak. Sayangnya, masih banyak orang tua yang memaksa dokter memberikan antibiotik. Padahal, sistem kekebalan tubuh bisa melawan virus dengan sendirinya. Dengan istirahat cukup dan hidrasi, kebanyakan anak akan pulih. Pemberian di kondisi seperti ini hanya akan memberi beban tambahan pada tubuh. Bahkan bisa memperpanjang masa pemulihan. Penting untuk memahami bahwa tidak semua infeksi butuh antibiotik.
Antibiotik bisa menyebabkan berbagai efek samping pada anak. Salah satunya adalah gangguan pencernaan seperti diare dan mual. Hal ini terjadi karena antibiotik juga membunuh bakteri baik dalam usus. Selain itu, beberapa jenis bisa memicu reaksi alergi. Gejalanya bisa berupa ruam kulit, gatal, atau bahkan sesak napas. Efek samping ini tidak boleh dianggap sepele. Ada juga kasus anak yang mengalami gangguan hati karena konsumsi jangka panjang. Oleh karena itu, pemantauan dokter sangat penting selama pengobatan. Orang tua juga harus mencatat reaksi yang muncul. Jika ada tanda-tanda tak biasa, segera hentikan obat.
“Simak juga: Pavel Durov: DeepSeek Bukti Kebangkitan AI China”
Mikrobiota usus berperan penting dalam sistem kekebalan tubuh. Antibiotik yang dikonsumsi tanpa pengawasan bisa mengganggu keseimbangan ini. Akibatnya, anak lebih mudah sakit di kemudian hari. Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang sering mendapat antibiotik lebih rentan terhadap alergi. Bahkan juga terhadap obesitas dan penyakit autoimun. Hal ini karena mikrobiota sehat sangat penting untuk metabolisme. Jika terlalu sering terganggu, sistem tubuh tidak berjalan optimal. Oleh karena itu, penting menjaga flora usus tetap sehat. Salah satu caranya adalah menghindari penggunaan antibiotik yang tidak perlu. Terutama saat anak hanya mengalami gejala ringan.
Dokter anak memegang peran kunci dalam mengedukasi orang tua. Mereka harus menjelaskan kapan antibiotik dibutuhkan. Dan kapan sebaiknya hanya memberikan perawatan suportif. Banyak dokter kini menolak memberikan antibiotik jika tidak ada indikasi klinis. Ini dilakukan demi menjaga kesehatan jangka panjang anak. Edukasi ini harus dilakukan secara terus-menerus. Apalagi di tengah masyarakat yang masih percaya bisa menyembuhkan semua jenis sakit. Dengan penjelasan yang baik, orang tua bisa memahami risikonya. Mereka juga akan lebih bijak dalam mengambil keputusan. Anak pun terhindar dari dampak negatif penggunaan antibiotik.